Cireundeu, kampung pantang nasi yang hingga kini tetap memegang teguh kearifan lokalnya untuk tetap makan singkong sebagai bahan pokok utama sehari-hari masyarakatnya. Tidak terbelakang, tidak kuno dan tidak tertutup akan kemajuan zaman, Cireundeu tetap ikuti keadaan zaman walau tetap teguh pendirian pada budaya leluhur. Berkat keeteguhan mempertahankan kearifan lokal, bukannya kesengsaraan yang didapat oleh masyarakat Cireundeu namun sebaliknya, mereka menuai banyak prestasi sekaligus dapat menciptakan inovasi olahan singkong yang laku di pasaran, sehingga dari bisnis tersebut mereka dapat menambah pundi-pundi kas Kampung Cireundeu juga dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan demi Cimahi yang lebih baik.
Cireundeu, Kampung yang baru saya ketahui seluk beluknya ketika sempat berkunjung penelitian bersama rombongan kelas sosial SMAN 2 Cimahi tahun 2014 lalu. Cireundeu merupakan kampung yang tak berbeda dengan kampung lain di Kota Cimahi dalam hal fisik bangunan, namun karena mayoritas penduduknya memegang teguh budaya leluhur maka Cireundeu dianggap spesial dan dapat disebut kampung adat. Letaknya di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Dari jalan masuk ke kampung tersebut, terdapat plang tulisan Hanacaraka yaitu “Wilujeng Sumping Di Kampung Cireundeu” yang artinya selamat datang untuk para tamu di daerah Kampung Cireundeu. Cireundeu berasal dari nama ‘pohon reundeu’ karena sebelumnya terkenal dengan banyaknya pohon reundeu, pohon obat herbal yang berguna bagi kesehatan. Luasnya 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman, sehingga tidak heran hampir sebagian besar kepala keluarga di Kampung Cireundeu yang jumlahnya kurang lebih 50 kepala keluarga bermata pencaharian bertani ketela.
Cukup 1 jam 30 menit untuk menuju Kampung Cireundeu bila berangkat dari Alun-Alun Cimahi. Kampung Cireundeu memiliki banyak keunikan yang sama-sama bertujuan memegang teguh tradisi leluhur sebagai upaya pelestarian budaya adat nenek moyang mereka, adat yang berusaha dipegang teguh masyarakatnya antara lain Tradisi satu suro, ajaran Sunda Wiwitan dan yang paling unik adalah tradisi mempertahankan makan singkong sebagai bahan pokok utama. Dalam tradisi satu suro dirayakan layaknya Tahun baru Islam 1 Muharam, sedangkan ajaran Sunda Wiwitan/Agama Djawa Sunda(ADS) merupakan kepercayaan masyarakat Cireundeu yang pertama kali dibawa oleh Kiai Madrais dari Cigugur, Kuningan pada tahun 1918 yang isi ajarannya adalah mengembangkan pemahaman dari tradisi pra-Islam masyarakat Sunda yang agraris, ia mengajarkan pentingnya menghargai cara dan ciri kebangsaan sendiri, yaitu Jawa-Sunda.
Hal unik yang benar-benar membuat saya penasaran sebelum bertanya lebih lanjut tentang Cireundeu adalah tradisi ‘Pantang Nasi’ yang dipegang teguh masyarakatnya, yang masih hingga kini dijadikan bahan pokok utama masyarakat Cireundeu yaitu singkong. Bermula Pada 1918,
masa penjajahan ketika krisis makanan pokok (beras) dan ditambah daerah ini
berlokasi di pegunungan sehingga tidak ada sawah untuk memproduksi beras. Tahun
1964 Kampung Cireundeu diberikan penghargaan oleh pemerintah untuk pertama
kalinya yaitu penghargaan “Pahlawan Pangan”, sejak
saat itulah anak cucu mereka pun tak pernah makan nasi, mereka tidak pernah
makan nasi karena mereka memang tak pernah membiasakan hal tersebut sehingga
sebagai inovasinya masyarakat Cireundeu membuat rasi yaitu beras singkong,
olahan singkong yang mereka jadikan bahan utama makanan pokok. Bagi
masyarakat adat Cireundeu, nasi singkong tak ada bedanya dengan nasi beras.
Sebagai hasil olahan dari rasi, nasi singkong mereka makan dengan lauk pauk dan
sayur seperti halnya orang yang makan nasi beras.
Masyarakat adat Kampung Cireundeu berpedoman pada prinsip hidupnya yaitu “Teu Nyawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat” yang maksudnya dalam bahasa Indonesia yaitu “Tidak punya sawah asal punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal makan, tidak makan asal kuat.” Dalam maksud lain agar manusia ciptaan Tuhan tidak ketergantungan ke dalam satu jenis bahan pokok utama saja, sehingga manusia diharapkan harus mandiri mencari alternatif lain selain beras nasi. Seperti yang kita tahu bahwa beras menjadi andalan bahan pokok utama negeri ini, sehingga Masyarakat Cireundeu merasa harus tetap memegang teguh alternatif singkong/rasinya hingga kini.
Berkat konsistensi itu, Cireundeu dikenal sebagai kampung yang berhasil menjaga ketahanan pangan, sehingga tidak heran Menteri Pertanian memberikan piagam penghargaan ketahanan pangan pada tahun 2008 kepada kampung Cireundeu karena Menurut Kementrian Pertanian Indonesia, Anton Aprianto, hanya Kampung Cirendeu inilah yang masih menjadikan singkong sebagai makanan pokok. Disamping Irian dengan sagu nya dan Madura dengan jagungnya tetapi daerah mereka juga sudah tidak menjadikan makanan tersebut menjadi makanan pokok. Selain itu terdapat piagam penghargaan lainnya yang diberikan oleh pemerintah maupun mahasiswa-mahasiswa yang berkunjung ke Cireundeu.
"Semua pencapaian Cireundeu tidak terlepas karena keteguhan masyarakat ngamumule/memegang teguh singkong sebagai identitas Cireundeu, hatur nuhun ka anu Maha Kuasa weh." kata Abah Emen mengakhiri jawaban diskusi singkat salah satu pertanyaan dari Rombongan SMAN 2 Cimahi.
Kunjungan Rombongan SMAN 2 Cimahi ke kampung Cireundeu tahun 2014 yang berlangsung sekitar 4 jam itu banyak mengajarkan hal-hal bermanfaat bagi saya khususnya, dari Cireundeu saya belajar bagaimana harus hidup maju tanpa lupa akan budaya leluhur, dari Cireundeu pun saya belajar untuk terus menciptakan peluang bisnis dari hal kecil dalam hidup kita, karena dari sesuatu yang kecil itulah akan mendapatkan hasil yang tidak terkira. Selain itu kekeluargaan, kebersamaan, gotong royong dan toleransi di Cireundeu pun cukup membuka mata hati saya untuk tidak berpikiran sedikitpun untuk memisahkan diri dari komunitas, karena seberapa kuatpun tali persaudaraan di luar keluarga, yang akan menjadi tempat kembali adalah tetap, keluarga dan orang-orang terdekat yang
sudah dianggap keluarga.
Teks | Hyperlink |
---|---|
Kabar Baik | https://www.goodnewsfromindonesia.id |
Untuk Indonesia | https://www.goodnewsfromindonesia.id/untukindonesia |
Inovasi Daerah | https://www.goodnewsfromindonesia.id/tag/inovasi-daera |
Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis Blog Inovasi Daerahku - https://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar