71
Tahun lalu, tepat di tanggal 17 Agustus semua
rakyat Indonesia sorak roai akan kegembiraan ‘kemerdekaan’, 71 tahun silam pula
negara besar Indonesia menunjukan kepada dunia ke’berdikari’annya yang
ditunjukan lewat perjuangan berat para pahlawan zaman dahulu, pantang menyerah
dan mengorbankan diri demi bangsa dan negara, betapa tidak mulianya para
pahlawan. Lalu bagimana perkembangan ‘kemerdekaan negara Indonesia’ sampai hari
ini mencapai usia 71 tahun, apakah masih tetap terjagakah kesucian lambang
merdeka lampau, apa mungkin sebaliknya?
Merdeka,
bisa diartikan bermacam-macam, menurut KBBI sendiri merdeka berarti “Bebas,
tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat atau bergantung pada
pihak tertentu”, sedangkan menurut mentor saya di halaqah menyebutkan bahwa
merdeka sendiri berarti “Bebas dari penghambaan makhluk menuju penghambaan pada
sang khaliq”, mungkin banyak tanggapan pro kontra terhadap kalimat itu, salah
satunya adalah, Berarti pada masa
penjajahan sama saja orang-orang Indonesia lebih takut pada manusia daripada
Tuhannya?Apakah setiap orang pada zaman itu menjadikan diri mereka atheis(tidak
beragama) demi negara penjajah?Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan relevan
terhadap situasi tersebut tentunya sayapun tidak bisa menjawab secara baik dan
benar karena saya tidak mengalami masa-masa itu, in other side I’m so grateful can born in 1998, when reformation
appear, despite I can’t pass the real
struggle, I really love this
country, whitout the reason.
Terbayang
betapa ketakutan, kegetiran, kesedihan dan perasaan-perasaan buruk lain
menghampiri setiap jiwa para insan masa itu, yakni ketika masa penjajahan Nederland
dan Jepang. Betapa pun saya sangat merasakan kegelisahan dan keotoriteran zaman
tersebut ketika mendengar cerita masa prakemerdekaan tiba, buyut saya bercerita
tentang bagaimana seorang gadis(karena buyut saya pada waktu itu pun masih
gadis) harus senantiasa menundukan kepala dan mengendap-endap bersembunyi
ketika bertemu pasukan jepang yang sedang berkeliling, karena jika berjalan
dengan bebas dan tanpa tau etika, gadis tersebut bisa langsung disekap dan
dibawa oleh pasukan Jepang, hal yang terjadi setelahnya wallahualam, mungkin bisa saja selamat jika beruntung(namun
keperawanan bisa hilang) atau bisa pun menghilang karena terbunuh secara keji.
Pada masa itu buyut saya, sampai tidak berani untuk sesekali saja keluar rumah,
jika terpaksa saja harus keluar rumah ia harus membuat wajahnya tertutup oleh
rambut agar muka berparas eloknya tidak diketahui oleh para pasukan jepang yang
sedang berusaha bertugas sekaligus ‘memangsa’.
“Untung
sudah merdeka ya.” kini rakyat Indonesia perlu banyak bersyukur, tidak ada
kekejian dan keotoriteran bangsa lain di tanah milik kita, para perjuangan
pahlawan benar-benar terbalas karena memang dapat dikatakan berjuang di Jalan
Allah (Jihad) demi keselamatan dan kebahagiaan generasi masa kini, lalu jika
generasi masa kini tidak bangga terhadap bangsanya sendiri, guess what perasaan para pahlawan yang
sebagian besar sudah dikubur di Taman Makam Pahlawan, sedih? Atau bahkan menyesalkah?
Mereka seakan menyesal dan sedih sudah menjadikan Indonesia ‘Merdeka’, karena
dengan merdekanya negara ini, dengan kebebasan yang sudah tercipata, generasi
masa kini lebih mencintai budaya luar like
K-Pop, Hollywood, Bollywood, ya memang benar, mau dikata apa?
Lalu
haruskah Indonesia kembali lagi ke masa-masa keterpurukan di masa lampau itu?
Sudikah
para generasi kini, mempertaruhkan jiwa dan raga demi berkorban bagi bangsa?
Maukah
para generasi kini menjadi pahlawan angkat senjata layaknya zaman dahulu?
Mungkin
sebagian besar remaja hanya bisa menelan ludah ketika mendapat pertanyaan
semacam itu, mental generasi kini bisa disebut ‘mental tempe’ empuk dan mudah
tergoyahkan keadaan, baru saja dicubit atau ditampar oleh guru(itu pun
kesalahan sendiri) sudah lapor orang tua, dan orang tua tanpa berfikir panjang
melapor polisi, bahkan ada yang lebih tidak tau diri, membalas ‘pukulan
pelajaran’ sang guru menjadi ‘pukulan dendam’ terhadap para guru. Siapakah yang
salah dalam membangun mental anak masa kini?Ingat kata pepatah buah kelapa jatuh takkan jauh dari pohonnya atau
air jatuh ke pelimbahan juga yang
menjadikan bukti bahwa didikan pertama anak adalah orang tua, jika gagal
memabngun jiwa anak berarti gagal juga orang tua itu mendidik, dan faktor
lainnya tergantung kepribadian sang anak entah karena pergaulan yang salah,
cara bersosialisasi yang tidak sesuai norma, tidak ada keinginan maju dan rasa
malas dalam diri.
Namun,
tidak semua oknum-oknum tersebut adalah semua generasi zaman kini, tidak jarang
juga yang berusaha mengukir prestasi di luar negeri, contohnya para Atlet Rio
2016 yang sudah membanggakan negeri ini, sehingga Indonesia punya wibawa bukan
hanya di mata Asia, namun dunia. Ingat B.J Habiebie?Presiden ketiga negara ini
yang menjabat hanya seumur jagung namun hasil pemerintahnnya dapat dikatakan
sangat bagus?ya, ia putra bangsa negeri ini, mantan alumnus ITB yang
selanjutnya kuliah di Jerman dan akhirnya bisa menciptakan pesawat terbang,
barulah setelah hingar bingar nama Habibie di Jerman, negara ini melirik
kepotensialan SDM yang jarang Indonesia miliki, hinga IPTN bisa ada berkat
siapa?lalu dimana sosok Habibi ketika ia belum seterkenal sekarang, apa
Indonesia tidak sedikit saja menghargain itu?Negeri ini potensial namun belum
mempotensialkan diri akan SDMnya, para manusia berprestasi Indonesia tidak
jarang hanya mendapatkan ‘selamat’ ketika sudah mendapatkan hasil
perjuangannya, tidak ada ke spesialan lain setelahnya, bahkan banyak atlet yang
di masa tuanya menderita, sungguh miris.
Selain
itu, banyak pula para oknum petinggi Negara yang sudah menodai perjuangan para
pahlawan terdahulu dengan melakukan korupsi, menggelumbangkan dana keuangan
negara, nepotisme, tidak bekerja maksimal, lalu masih haruskah mereka
digemblengkan jiwa kemerdekaannya?bukankah mereka pun sama-sama tahu dan lebih
mengerti perjuangan para leluhur, apakah hanya alibi ‘khilaf’ rakyat Indonesia
harus dengan mudahnya memaafkan kejahatan besar itu?Apakah kejahatan bermiliar
rupiah itu harus dibandingkan dengan seorang nenek yang mencuri sandal yang
ganjaran hukumannya lebih berat? Dimanakah letak hukum di negeri ini bapak, ibu
yang terhormat.
Indonesia,
dengan titel ‘negara hukum’ seharusnya bisa benar-benar menegakan ‘hukum bagi
orang yang bersalah’ dan ‘hukum bagi orang yang benar-benar bersalah’. Dalam
hal ini, mungkin keidealisan saya benar-benar menuntut itu, walau saya tahu
hakim, jaksa dan penegak hukum lainnya memang bukan manusia sempurna, hanya
Tuhan yang tahu. Jadi, sudah kita bisa pastikan bahwa jika orang bersalah
mendapat hukuman benar-benar bersalah, Tuhan tidak diam, Tuhan melihat dan akan
membalas. Jika di dunia get no fair, heaven full of fair.
Dengan
71 tahun kemerdekan negara lahir saya ini, jujur...baru 18 tahun saja yang bisa
saya syukuri(karena memang umur saya hehe), namun terlepas dari hal syukur yang
tentunya harus diutamakan karena memang kemerdekaan buah anugrah Sang Pencipta,
kita perlu ingat akan kehendak sang Pencipta jika Indonesia harus diruntuhkan
karena mudah saja Kun Fa Yakun, mari
putar kembali, memori sejarah di masa lampau ingatkah ketika dulu Kerajaan
Majapahit hampir menguasai sebagian besar nusantara?Namun pada akhirnya memang
siklus hidup harus terus berjalan, mulanya ada lalu berkembang, berjaya dan pada
akhirnya pasti akan runtuh, sekelas majapahit loh. Maka, memang tidak dapat
dipungkiri bahwasannya Indonesia pun mungkin akan runtuh, entah kapan dan para
generasi siapa. Tugas kita saat ini sebagai penerus bangsa adalah tetap bangga
dan cinta pada tanah kelahiran kita, Indonesia, apapun keadaannya kelak,
tetaplah bersatupadu dalam jiwa kemerdekaan demi Indonesia yang semakin
merdeka!Merdeka...Merdeka....Merdeka.........Hidup Indonesia!Hidup
Pahlawan!Hidup generasi masa depan!Tetaplah jadi Indonesia yang berjaya
layaknya Majapahit dulu, tetaplah besar layaknya sriwijaya dulu, tetaplah
berpemimpin arif layaknya Ratu Kalingga dulu, dan tetaplah berjiwa 45 walau tua sudah usia negeri ini. Sekali lagi merdeka! J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar