Perjalanan
sebuah alur kehidupan, berjalan tanpa sepengetahuan kita. Seperti air sungai
yang ikhlas mengalir dari hulu ke hilir, seperti pohon bijak yang tumbuh dan
menghasilkan buah-buah manis dan ranum, seperti rintik-rintik hujan yang turun
bersama membawa kemakmuran bagi bumi...Seperti itulah ibaratnya kehidupan
berjalan, menyisakan misteri yang tidak diketahui siapapun, tak
tanggung-tanggung ... Allah selalu baik adanya, menjadikan para insan yang
bertakwa mendapat kemuliaan hidup dengan segala kemudahan urusan dan begitupun
sebaliknya, insan-insan yang jauh hm..tepatnya ‘menjauhi’ penciptaNya, yang
pada hakikatnya seharusnya didekati tuk mengharap ridhaNya kan mendapatkan
ganjaran ujian ujian yang datang menghadang selama di dunia.
Aku merenung sejenak, mengosongkan
hati dan pikiran semalam suntuk...bertanya-tanya akan alur kehidupan yang
kujalani sekarang, yang bisa dikatakan ‘tidak terlalu aku suka’ atau kasarnya
‘benar-benar aku benci’.
“Ini bukan kemauanku, aku tidak ingin seperti
ini. Sebenarnya...” ucap hati terdalamku yang selalu berulang menjelma tiap
jengkal alur kehidupan ini berjalan.
Terus
merenung, menghubungkan segala hipotesa kehidupan. Orang jahat akan diberi
ganjaran keburukan di dunia, sedang orang baik sebaliknya. Lalu, dengan semua
yang aku rasakan sekarang, pikiranku menyimpulkan sebuah pertanyaan. ‘Benarkah bahwa
aku ini orang jahat?’ pertanyaan itu didasari pada kehidupan yang aku rasakan,
seperti ujian selalu menggerogoti kehidupanku.
Aku terlahir ya seperti halnya
setiap orang, buah dari cinta kasih pasangan suami istri...tapi, hanya merasa
bahagia sebentar saja, lalu seketika hidup meradang menjadi sebuah kegelapan
karena kehilangan sosoknya. AYAH...sejak perceraian terjadi, aku hidup tanpa
seorang ayah, bagi orang lain mungkin bisa dikatakan ‘biasa aja..toh hidup mah
ga cuma seneng aja’ tapi berbeda denganku, aku merasa janggal. Hanya sosok mamah
yang membesarkanku, mereka tidak mengerti, aku masih terlalu kecil untuk
kehilangan sosok ayah.
Memoria kenangan hidupku bersama
ayah, hanya sampai usia 9. Miris memang, terlalu kecil untuk kehilangan seorang
panutan...mencoba sabar, tapi tetap saja..pikiran ini hanya terus berburuk sangka
pada sang pencipta.
“TUHAN
TAK ADIL PADAKU. MENGAPA DISAAT ORANG LAIN BAHAGIA DENGAN KEHADIRAN SOSOK AYAH
YANG DAPAT MENJADI TELADAN DAN PANUTAN. AKU DIBIARKANNYA MENDERITA. APA SALAHKU
TUHAN!!!” Meronta hati dengan segala penderitaan yang dirasakan, aku kesal
sejadinya. Menuntut atas ketiadilan yang aku rasakan.
Keadaan bertambah-tambah runyam
ketika datang sosok adik mungilku, ia lahir mungkin bisa dikatakan ‘lebih parah
dariku’. Dulu...aku lahir masih pada masa-masa indah awal pernikahan yang masih
manis dengan suratan kasih dua insan...Namun adik mungilku, lahir tanpa sosok
ayah. Aku bisa dikatakan masih beruntung, karena masih diadzani oleh sosok
ayah, namun adikku...tidak sama sekali, om ku yang menggantikannya. Hatiku
menangis, mencoba menguatkan adik mungil nan lucu yang masih suci tanpa dosa
untuk senantiasa bersabar. Walau belum mengerti akan kehadiran ayah dalam
hidupnya, tapi pasti, ia merasakan separuh jiwanya hilang. ‘Kemanakah..?’
ucapnya mungkin.
“LALU
KAU TAMBAHKAN LAGI KESUSAHAN PADI KAMI YA RABB?MENGAPA..MENGAPA ADIK KECILKU
SUDAH MERASAKAN PAHITNYA HIDUP, SEMENJAK IA LAHIR. BUKANKAH DIA MASIH SUCI TAK
BERDOSA?” masih hati ini meronta penuh kekesalan padaNya.
Kehidupanku dan adik kini beriringan
berjalan sama pahitnya, tanpa sosok ayah. Mamah?ya...sekarang dia yang
menggantikan posisi ayah, berhenti bekerja dari suatu perusahaan leasing dan menghidupi kami dengan
segala jerih payah keringatnya sendiri atas usaha kecil-kecilannya, karena adik
harus diberi asi eksklusif. Ia menjadi dua sosok yang begitu hebat. Begitu
ikhlas dan tegar memberikan usaha terbaik semata-mata untuk kebahagiaan kami.
Kini kami hanya punya sosok mamah
yang menjadi panutan, motivator, inspirator, guru, ibu sekaligus ayah bagi
kami. Cukup bahagia....namun hati ini belum ikhlas dan lapang menerima cobaan
dariNya. Aku masih membenci alur kehidupan ini.
Sampai 3 tahun lamanya, kehidupan
ini stagnan...berjalan sesuai apa yg Dia kehendaki...di tahun ketiga sosok ayah
kami tak terlihat batang hidungnya. Mamah..mamah menikah lagi, dengan seorang
rekan kerjanya. Aku cukup tenang dengan kehadiran ayah baruku itu.
“Inikah
pembalasan atas segala kekesalanku Tuhan?Apa ini yang akan merubah kehidupan
kami?Bisakah dia membawakan kami kebahagiaan......Terimakasih Tuhan.....”
hatiku bak dipenuhi kecerahan. Seiring waktu berjalan, kekesalanku pada Tuhan
kian surut. Kini..aku ‘cukup’ bahagia. “sekali lagi, terimakasih Tuhan...”
Aku cukup bahagia dengan sosok ayah
baruku, setahun berjalan...kami dihadirkan dengan kebahagiaan sosok adik baru,
mamah kami mengandung.... walau bukan adik kandungku, tapi aku begitu
mencintainya...karena apa?karena berkat ayahnya, jiwa ku seperti terisi kembali,
jiwa yang kosong dan dihidupi kekesalan. Aku sungguh berterimakasih atas
pembalasan rasa penderitaan yang menimpaku selama ini....
NAMUN.....
Namun....dibalik
kebahagiaan datangnya adikku di dalam rahim mamah, delapan bulan umur adikku di
dalam rahim, ayah baruku yang benar-benar menjadi sosok pengganti ayahku yang
dulu, harus cepat dipanggil olehNya...
“Allah
mungkin begitu sayang padanya mah...” Ucapku berusaha menguatkan ibunda
tercinta.
Masih
dipenuhi isak tangis yang belum surut, ia langsung memelukku dengan sejuta
kesedihan, sambil menatap adik mungilku dan adik tiri yang masih bersemayam
dalam rahimnya.
Rasa
sedih mamah...mengembalikan jiwakku tuk tertegun dan mengilas balik kehidupanku
dulu, tanpa sosok ayah. Aku dirundung kepiluan dan kegalaun lagi.
“KENAPA
TERJADI LAGI RABB?MASIH BELUM CUKUP KEBAHAGIAAN YANG AKU DAPATI. Tapi..tapi
dengan mudahnya Kau ambil sosok itu, lagi..., akankah begini terus?!” Marah,
kesal aku padaNya...
Suatu malam... tepat di malam 40
hari ayah tiriku tiada, aku kembali diliputi kepiluan....tiba-tiba pintu
kamarku diketuk seseorang, masuklah ia, sambil tersenyum ia mendekatiku dan
duduk di ranjang tidurku.
“Nak...kehidupan
ini harus disyukuri, jangan dibuat menderita...” ia berkata sambil mengelus
kepalaku.
“Tapi
mah..haruskah bergini terus, lelah! Aku lelah hidup tanpa sosok ayah!” ucapku
menyangkal dan marah padanya.
“Istigfar..sesungguhnya
hanya Allah maha Pemilik Hati manusia, cintailah Dia, jangan cintai manusia,
karena manusia akan pergi. Namun ketika mencintai Allah, Allah selalu akan
bersemayam dalam hatimu, bahkan lebih dekat dengan urat lehermu.” Nasihatnya
padaku sambil diikuti kecupan kasih.
“Mah...jadi..harus
bagaimana menjalani kehidupan ini?aku tak bisa lagi menjalani hidup tanpa sosok
ayah, aku ingin seperti teman-temanku, yang bahagia hidupnya dengan ayahnya
masing-masing...”
“Jalani..dan
syukuri. Dan jangan lupa, selalu doakan ayah kandung juga tirimu...Ingat nak..
Semakin manusia bertaqwa, maka semakin diuji kehidupannya, husnudzan sayang
pada Allah...berdoalah dengan ujian yg datang ini, menjadikan kita ke dalam
golongan orang-orang yg bertaqwa padaNya...Kita jangan mencari kebahagiaan
duniawi, karena tak akan pernah habis kepuasan yg kan kita cari...namun
sebaik-baiknya kenikmatan yg kita cari, adalah surgaNya Allah...kenikmatan
akhirat, semoga kita bisa berkumpul kembali layaknya keluarga bahagia di surga
kelak...Aamiin.”
Seakan-akan
hatiku yang dirundung kegelapan, menjadi menyeringaikan mentari. Aku dibuat
sadar. Pikiranku mengilas balik akan kesalahanku yang menjadikan kehidupan
tanpa sosok ayah sebagai ketidakadilan yang diberikan Tuhan, salah, salah, DOSA BESAR...bukan Allah yang salah...inilah kehidupan, bukan bahagia saja, namun
pahit getir, kesedihan memang kan datang, dan rupanya aku baru memahaminya
sekarang.
“Terimakasih
Allah...terimakasih atas segala ujian yang menjadikan pembelajaran pada
hidupku, mulai sekarang aku akan terus bersyukur....dan kehidupan tanpa sosok
ayah, harus menjadikan aku kuat, tegar dan sukses, agar bisa menunjukan kepada
semua orang bahwa tanpa ayah aku juga bisa menjadi orang, tentu atas kehendak
Allah juga. Juga khususnya pada mamah, aku ingin sekali membahagiakannya,
sepanjang sisa hidupku, kan kubaktikan diriku padamu mah..dan Ayah..Ayah...Ayah
kandung ataupun ayah tiriku...dimanapun dan kapanpun kau berada..aku selalu
mencintaimu, karena Allah.
My real
story
Tidak ada komentar:
Posting Komentar