Senin, 13 Juni 2016

Without Dad

Perjalanan sebuah alur kehidupan, berjalan tanpa sepengetahuan kita. Seperti air sungai yang ikhlas mengalir dari hulu ke hilir, seperti pohon bijak yang tumbuh dan menghasilkan buah-buah manis dan ranum, seperti rintik-rintik hujan yang turun bersama membawa kemakmuran bagi bumi...Seperti itulah ibaratnya kehidupan berjalan, menyisakan misteri yang tidak diketahui siapapun, tak tanggung-tanggung ... Allah selalu baik adanya, menjadikan para insan yang bertakwa mendapat kemuliaan hidup dengan segala kemudahan urusan dan begitupun sebaliknya, insan-insan yang jauh hm..tepatnya ‘menjauhi’ penciptaNya, yang pada hakikatnya seharusnya didekati tuk mengharap ridhaNya kan mendapatkan ganjaran ujian ujian yang datang menghadang selama di dunia.



            Aku merenung sejenak, mengosongkan hati dan pikiran semalam suntuk...bertanya-tanya akan alur kehidupan yang kujalani sekarang, yang bisa dikatakan ‘tidak terlalu aku suka’ atau kasarnya ‘benar-benar aku benci’.

 “Ini bukan kemauanku, aku tidak ingin seperti ini. Sebenarnya...” ucap hati terdalamku yang selalu berulang menjelma tiap jengkal alur kehidupan ini berjalan.

Terus merenung, menghubungkan segala hipotesa kehidupan. Orang jahat akan diberi ganjaran keburukan di dunia, sedang orang baik sebaliknya. Lalu, dengan semua yang aku rasakan sekarang, pikiranku menyimpulkan sebuah pertanyaan. ‘Benarkah bahwa aku ini orang jahat?’ pertanyaan itu didasari pada kehidupan yang aku rasakan, seperti ujian selalu menggerogoti kehidupanku.

            Aku terlahir ya seperti halnya setiap orang, buah dari cinta kasih pasangan suami istri...tapi, hanya merasa bahagia sebentar saja, lalu seketika hidup meradang menjadi sebuah kegelapan karena kehilangan sosoknya. AYAH...sejak perceraian terjadi, aku hidup tanpa seorang ayah, bagi orang lain mungkin bisa dikatakan ‘biasa aja..toh hidup mah ga cuma seneng aja’ tapi berbeda denganku, aku merasa janggal. Hanya sosok mamah yang membesarkanku, mereka tidak mengerti, aku masih terlalu kecil untuk kehilangan sosok ayah.

            Memoria kenangan hidupku bersama ayah, hanya sampai usia 9. Miris memang, terlalu kecil untuk kehilangan seorang panutan...mencoba sabar, tapi tetap saja..pikiran ini hanya terus berburuk sangka pada sang pencipta.

“TUHAN TAK ADIL PADAKU. MENGAPA DISAAT ORANG LAIN BAHAGIA DENGAN KEHADIRAN SOSOK AYAH YANG DAPAT MENJADI TELADAN DAN PANUTAN. AKU DIBIARKANNYA MENDERITA. APA SALAHKU TUHAN!!!” Meronta hati dengan segala penderitaan yang dirasakan, aku kesal sejadinya. Menuntut atas ketiadilan yang aku rasakan.

            Keadaan bertambah-tambah runyam ketika datang sosok adik mungilku, ia lahir mungkin bisa dikatakan ‘lebih parah dariku’. Dulu...aku lahir masih pada masa-masa indah awal pernikahan yang masih manis dengan suratan kasih dua insan...Namun adik mungilku, lahir tanpa sosok ayah. Aku bisa dikatakan masih beruntung, karena masih diadzani oleh sosok ayah, namun adikku...tidak sama sekali, om ku yang menggantikannya. Hatiku menangis, mencoba menguatkan adik mungil nan lucu yang masih suci tanpa dosa untuk senantiasa bersabar. Walau belum mengerti akan kehadiran ayah dalam hidupnya, tapi pasti, ia merasakan separuh jiwanya hilang. ‘Kemanakah..?’ ucapnya mungkin.

“LALU KAU TAMBAHKAN LAGI KESUSAHAN PADI KAMI YA RABB?MENGAPA..MENGAPA ADIK KECILKU SUDAH MERASAKAN PAHITNYA HIDUP, SEMENJAK IA LAHIR. BUKANKAH DIA MASIH SUCI TAK BERDOSA?” masih hati ini meronta penuh kekesalan padaNya.

            Kehidupanku dan adik kini beriringan berjalan sama pahitnya, tanpa sosok ayah. Mamah?ya...sekarang dia yang menggantikan posisi ayah, berhenti bekerja dari suatu perusahaan leasing dan menghidupi kami dengan segala jerih payah keringatnya sendiri atas usaha kecil-kecilannya, karena adik harus diberi asi eksklusif. Ia menjadi dua sosok yang begitu hebat. Begitu ikhlas dan tegar memberikan usaha terbaik semata-mata untuk kebahagiaan kami.

            Kini kami hanya punya sosok mamah yang menjadi panutan, motivator, inspirator, guru, ibu sekaligus ayah bagi kami. Cukup bahagia....namun hati ini belum ikhlas dan lapang menerima cobaan dariNya. Aku masih membenci alur kehidupan ini.

            Sampai 3 tahun lamanya, kehidupan ini stagnan...berjalan sesuai apa yg Dia kehendaki...di tahun ketiga sosok ayah kami tak terlihat batang hidungnya. Mamah..mamah menikah lagi, dengan seorang rekan kerjanya. Aku cukup tenang dengan kehadiran ayah baruku itu.

“Inikah pembalasan atas segala kekesalanku Tuhan?Apa ini yang akan merubah kehidupan kami?Bisakah dia membawakan kami kebahagiaan......Terimakasih Tuhan.....” hatiku bak dipenuhi kecerahan. Seiring waktu berjalan, kekesalanku pada Tuhan kian surut. Kini..aku ‘cukup’ bahagia. “sekali lagi, terimakasih Tuhan...”

            Aku cukup bahagia dengan sosok ayah baruku, setahun berjalan...kami dihadirkan dengan kebahagiaan sosok adik baru, mamah kami mengandung.... walau bukan adik kandungku, tapi aku begitu mencintainya...karena apa?karena berkat ayahnya, jiwa ku seperti terisi kembali, jiwa yang kosong dan dihidupi kekesalan. Aku sungguh berterimakasih atas pembalasan rasa penderitaan yang menimpaku selama ini....

NAMUN.....
Namun....dibalik kebahagiaan datangnya adikku di dalam rahim mamah, delapan bulan umur adikku di dalam rahim, ayah baruku yang benar-benar menjadi sosok pengganti ayahku yang dulu, harus cepat dipanggil olehNya...

“Allah mungkin begitu sayang padanya mah...” Ucapku berusaha menguatkan ibunda tercinta.
Masih dipenuhi isak tangis yang belum surut, ia langsung memelukku dengan sejuta kesedihan, sambil menatap adik mungilku dan adik tiri yang masih bersemayam dalam rahimnya.

Rasa sedih mamah...mengembalikan jiwakku tuk tertegun dan mengilas balik kehidupanku dulu, tanpa sosok ayah. Aku dirundung kepiluan dan kegalaun lagi.

“KENAPA TERJADI LAGI RABB?MASIH BELUM CUKUP KEBAHAGIAAN YANG AKU DAPATI. Tapi..tapi dengan mudahnya Kau ambil sosok itu, lagi..., akankah begini terus?!” Marah, kesal aku padaNya...

            Suatu malam... tepat di malam 40 hari ayah tiriku tiada, aku kembali diliputi kepiluan....tiba-tiba pintu kamarku diketuk seseorang, masuklah ia, sambil tersenyum ia mendekatiku dan duduk di ranjang tidurku.

“Nak...kehidupan ini harus disyukuri, jangan dibuat menderita...” ia berkata sambil mengelus kepalaku.
“Tapi mah..haruskah bergini terus, lelah! Aku lelah hidup tanpa sosok ayah!” ucapku menyangkal dan marah padanya.
“Istigfar..sesungguhnya hanya Allah maha Pemilik Hati manusia, cintailah Dia, jangan cintai manusia, karena manusia akan pergi. Namun ketika mencintai Allah, Allah selalu akan bersemayam dalam hatimu, bahkan lebih dekat dengan urat lehermu.” Nasihatnya padaku sambil diikuti kecupan kasih.
“Mah...jadi..harus bagaimana menjalani kehidupan ini?aku tak bisa lagi menjalani hidup tanpa sosok ayah, aku ingin seperti teman-temanku, yang bahagia hidupnya dengan ayahnya masing-masing...”
“Jalani..dan syukuri. Dan jangan lupa, selalu doakan ayah kandung juga tirimu...Ingat nak.. Semakin manusia bertaqwa, maka semakin diuji kehidupannya, husnudzan sayang pada Allah...berdoalah dengan ujian yg datang ini, menjadikan kita ke dalam golongan orang-orang yg bertaqwa padaNya...Kita jangan mencari kebahagiaan duniawi, karena tak akan pernah habis kepuasan yg kan kita cari...namun sebaik-baiknya kenikmatan yg kita cari, adalah surgaNya Allah...kenikmatan akhirat, semoga kita bisa berkumpul kembali layaknya keluarga bahagia di surga kelak...Aamiin.”

Seakan-akan hatiku yang dirundung kegelapan, menjadi menyeringaikan mentari. Aku dibuat sadar. Pikiranku mengilas balik akan kesalahanku yang menjadikan kehidupan tanpa sosok ayah sebagai ketidakadilan yang diberikan Tuhan, salah, salah, DOSA BESAR...bukan Allah yang salah...inilah kehidupan, bukan bahagia saja, namun pahit getir, kesedihan memang kan datang, dan rupanya aku baru memahaminya sekarang.

“Terimakasih Allah...terimakasih atas segala ujian yang menjadikan pembelajaran pada hidupku, mulai sekarang aku akan terus bersyukur....dan kehidupan tanpa sosok ayah, harus menjadikan aku kuat, tegar dan sukses, agar bisa menunjukan kepada semua orang bahwa tanpa ayah aku juga bisa menjadi orang, tentu atas kehendak Allah juga. Juga khususnya pada mamah, aku ingin sekali membahagiakannya, sepanjang sisa hidupku, kan kubaktikan diriku padamu mah..dan Ayah..Ayah...Ayah kandung ataupun ayah tiriku...dimanapun dan kapanpun kau berada..aku selalu mencintaimu, karena Allah.




My real story

Tidak ada komentar: