Senin, 13 Juni 2016

Secangkir Kopi





‘Tok tok tok’
Suara ketukan pintu terdengar di gendang telinga seorang lelaki setengah abad yang sedang menikmati harinya dengan secangkir kopi.
 ‘ssssst..., sebentar’ diseduhnya kopi itu sebelum dirinya menuju ke sumber suara.
Secangkir kopi di meja terseruput habis.
‘Siapa?’ Tanya si lelaki setengah abad terhadap orang yang berada dibalik pintu itu.
‘Boleh masuk pak?’ Tanya lagi seseorang yang belum membuka identitas dirinya itu.
‘Siapa ??’ Tanya sang lelaki setengah abad dengan nada lebih tinggi.
‘Empuk ya pak, beli dimana?’ Seseorang itu tanpa izin sang pemilik rumah langsung duduk di sofa empuk si lelaki setengat abad.
‘Dasar aneh.’Ketus sang lelaki setengah abad menjawab.
‘Tuk apa kau bawa mawar itu? Tanya sang lelaki setengah abad.
‘Ini mawar yang kuberikan pada laras ke 10 pak, laras berjanji untuk memperbolehkanku masuk ke kamarnya ketika mawar yang aku berikan telah genap 10’
Tanpa menjawab apa-apa, sang lelaki setengah abad itu berlalu sambil membawa secangkir kopinya yang telah dingin untuk segera diseduh.
Orang tersebut menyusuri lorong ruangan demi ruangan dengan masih menggenggam mawarnya dan akhirnya memberanikan masuk ke sebuah ruangan kecil tempat laras mengadu rasanya.
Di depan pintu berlambang L, seseorang itu memberanikan membuka pintu dan mendapati wanita berbaring di kasur dengan note kecil di tangan mungilnya. Segera dibacanya note kecil tersebut.
Hendra, kau tahu?sejak dirimu datang ke hidupku, hidup ini terasa lebih manis. Kau adalah gulaku, mempermanis hari-hari pahitku. Aku penderita kanker selalu ingat padamu, atas segala semangat dan motivasi yang selalu kau berikan padaku di setiap status ku. Ingatkah kau?aku memberikan tantangan padamu untuk mengirim satu persatu mawar setiap bulan ke rumahku, dan pada mawar ke sepuluh kita akan  benar-benar bertemu di kamarku. Ingatlah, ketika kau menemui seorang lelaki di rumahku, jangan jawab pertanyaan darinya, toh kau kan tau jawabannya.Maafkan aku tak dapat menjadi teman abadimu. Mungkin ini kali pertama dan terakhir kita bertemu di dunia nyata. Terimakasih gulaku. Kopi hitam dan gula akan jadi secangkir kopi yang manis dan enak untuk diseduh.
Salam, Laras si Kopi hitam
Sontak orang tersebut diam seribu bahasa sambil berlalu keluar kamar laras dan berjalan melewati secangkir kopi di atas meja yang kini sudah habis tak berisi.
‘Sudah nak?’ tanya si lelaki setengah abad.
‘Ia sudah meninggal sejak seminggu lalu dan belum ada yang tahu beritanya selain kau dan aku, permintaan terakhirnya sebelum dikuburkan adalah bertemu dengan seorang teman dunia mayanya. HAHA PERSETAN, kukira kau tak berani menepati janjinya.’
‘Tentang kanker yang dialaminya, itu hanya cerita rekaan. Dia telah kubunuh. Dan kau tahu? Ibu, ayah dan adiknya juga sudah mengalami nasib yang sama, itu karena siapa? Karena ulahku.’
‘MENGAPA?!’ Tanya hendra kesal meminta jawaban tegas.
‘Karena laras dan keluarganya tlah merenggut kebahagiaanku. Ini rumahku, namun keluarganya malah menempati rumah ini.!’
‘Kau tahu, ini rumah pemerintah. Oh kau anak Angkatan itu ya...Bebal. orang pandir sekalipun tahu masa berlaku rumah pemerintah itu habis sampai seorang angkatan mengakhiri masa hidupnya, tidak ada masa perpanjangan.’ Ucap tegas hendra pada sang lelaki setengah abad tersebut.
Hari itu berakhir. Darah mengalir. Secangkir kopi yang tlah terseruput habis itu kini tlah terisi kembali. Merah kental, lebih nikmat rasanya.


Tidak ada komentar: