‘Tok
tok tok’
Suara
ketukan pintu terdengar di gendang telinga seorang lelaki setengah abad yang
sedang menikmati harinya dengan secangkir kopi.
‘ssssst..., sebentar’ diseduhnya kopi itu
sebelum dirinya menuju ke sumber suara.
Secangkir
kopi di meja terseruput habis.
‘Siapa?’
Tanya si lelaki setengah abad terhadap orang yang berada dibalik pintu itu.
‘Boleh
masuk pak?’ Tanya lagi seseorang yang belum membuka identitas dirinya itu.
‘Siapa
??’ Tanya sang lelaki setengah abad dengan nada lebih tinggi.
‘Empuk
ya pak, beli dimana?’ Seseorang itu tanpa izin sang pemilik rumah langsung
duduk di sofa empuk si lelaki setengat abad.
‘Dasar
aneh.’Ketus sang lelaki setengah abad menjawab.
‘Tuk
apa kau bawa mawar itu? Tanya sang lelaki setengah abad.
‘Ini
mawar yang kuberikan pada laras ke 10 pak, laras berjanji untuk
memperbolehkanku masuk ke kamarnya ketika mawar yang aku berikan telah genap
10’
Tanpa
menjawab apa-apa, sang lelaki setengah abad itu berlalu sambil membawa
secangkir kopinya yang telah dingin untuk segera diseduh.
Orang
tersebut menyusuri lorong ruangan demi ruangan dengan masih menggenggam
mawarnya dan akhirnya memberanikan masuk ke sebuah ruangan kecil tempat laras
mengadu rasanya.
Di
depan pintu berlambang L, seseorang itu memberanikan membuka pintu dan
mendapati wanita berbaring di kasur dengan note kecil di tangan mungilnya.
Segera dibacanya note kecil tersebut.
Hendra, kau tahu?sejak dirimu datang ke
hidupku, hidup ini terasa lebih manis. Kau adalah gulaku, mempermanis hari-hari
pahitku. Aku penderita kanker selalu ingat padamu, atas segala semangat dan
motivasi yang selalu kau berikan padaku di setiap status ku. Ingatkah kau?aku
memberikan tantangan padamu untuk mengirim satu persatu mawar setiap bulan ke
rumahku, dan pada mawar ke sepuluh kita akan
benar-benar bertemu di kamarku. Ingatlah, ketika kau menemui seorang
lelaki di rumahku, jangan jawab pertanyaan darinya, toh kau kan tau
jawabannya.Maafkan aku tak dapat menjadi teman abadimu. Mungkin ini kali
pertama dan terakhir kita bertemu di dunia nyata. Terimakasih gulaku. Kopi
hitam dan gula akan jadi secangkir kopi yang manis dan enak untuk diseduh.
Salam,
Laras si Kopi hitam
Sontak
orang tersebut diam seribu bahasa sambil berlalu keluar kamar laras dan
berjalan melewati secangkir kopi di atas meja yang kini sudah habis tak berisi.
‘Sudah
nak?’ tanya si lelaki setengah abad.
‘Ia
sudah meninggal sejak seminggu lalu dan belum ada yang tahu beritanya selain
kau dan aku, permintaan terakhirnya sebelum dikuburkan adalah bertemu dengan
seorang teman dunia mayanya. HAHA PERSETAN, kukira kau tak berani menepati
janjinya.’
‘Tentang
kanker yang dialaminya, itu hanya cerita rekaan. Dia telah kubunuh. Dan kau
tahu? Ibu, ayah dan adiknya juga sudah mengalami nasib yang sama, itu karena
siapa? Karena ulahku.’
‘MENGAPA?!’
Tanya hendra kesal meminta jawaban tegas.
‘Karena
laras dan keluarganya tlah merenggut kebahagiaanku. Ini rumahku, namun
keluarganya malah menempati rumah ini.!’
‘Kau
tahu, ini rumah pemerintah. Oh kau anak Angkatan itu ya...Bebal. orang pandir
sekalipun tahu masa berlaku rumah pemerintah itu habis sampai seorang angkatan
mengakhiri masa hidupnya, tidak ada masa perpanjangan.’ Ucap tegas hendra pada
sang lelaki setengah abad tersebut.
Hari
itu berakhir. Darah mengalir. Secangkir kopi yang tlah terseruput habis itu
kini tlah terisi kembali. Merah kental, lebih nikmat rasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar