Minggu, 21 Desember 2014

My True Dream

. . .
Kini aku hidup untuk sebuah ketidakpastian, aku hidup dalam kejanggalan yang telah sekian lama aku rasakan. Semua serba sendiri, kalian mungkin takkan pernah mengetahui apa yang sebenarnya aku rasa, karena kalian tidak ada yang pernah peduli! SIAPA AKU  SEBENARNYA? Aku adalah orang hidup yang seakan tlah mati dalam sesaknya dunia ini.
“Syila Nur Cantika” itulah namaku, kata ibu pengasuhku disini, ya.. disini, di tempat asuh atau familiar disebut PANTI ASUHAN. Dia lah segalanya bagiku, tapi aku kurang begitu yakin dengan nama pemberian itu, kan itu masih katanya.
 Saat aku mengenang 15 tahun lalu ketika aku terlahir, aku seakan ingin membuat Tuhan membatalkan tuk menghidupi aku, aku benar-benar tidak tahu apa arti hidupku. Aku tidak pernah merasakan apa yang selalu kalian rasakan, hidup dengan berjuta kasih sayang. Hidup dalam kesendirian, ya itulah aku.
16 tahun baru aku injaki 2 bulan lalu, mungkin karena aku sudah besar, aku terlihat lebih ingin mengetahui tentang “SIAPA SIH AKU”, “pemikiran seseorang yg memasuki umur 16/17 lebih kritis dan bersikap agresif. “ kata Bi Mimin (pengasuhku)  . Ya, mungkin tepatnya ingin lebih mengenal jati diri sesungguhnya, aku luruskan. Dulu, tepatnya ketika umurku masih dibawah 16 tahun ya berati 15, 14, 13, 12, 11, 10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1 aku adalah sosok yang ceria... sosok yang menikmati hidup . Tapi, sekarang telah beda! Itu semua karena hal itu!
AKU BENCI HIDUPKU... L
Akhir-akhir ini aku selalu bertanya pada Bi mimin, siapa orang tua ku, tapi Bi Mimin selalu saja menolak untuk memberitahukanku, pertanyaan itu mulai aku terus tanyakan semenjak aku masuk Sekolah Dasar, aku iri terhadap mereka-mereka yang diantar jemput orang tuanya, tapi aku? Jalan sendiri dari rumah panti karena memang tidak terlalu jauh jaraknya, Bi Mimin hanya mengantarkanku di kali pertama aku masuk Sekolah dasar L
“Syila...Mama papahmu kemana? Ini kan hari pembagian raport, masa kamu sendiri yang ngambil?” tanya salah satu teman sekolah dasarku, Ira namanya.
“Aku tidak tau dimana mereka, mereka tidak hidup denganku lagi.” Jawabku mendrongkrak pertanyaannya yg begitu membuat aku sakit hati.
“Hah? Aneh ya kamu, oh iyaaa... kamu kan anak panti yg disana ya... pantes aja, orang kamu anak yg terlahir tanpa ibu dan bapak! HAHAHA, anak buangan kali ya, anak haram, saking haramnya sampe ga ada yg ngaku jadi ibu dan bapak kamu” katanya mencaci aku.
“Husss, kamu ini ya, punya mulut kok ga dijaga” kata ibu Ira yang mendengar perkataan kasar Ira, ia langsung memukul pelan mulut anaknya yang jahat itu.
Sesekali ia melontarkan senyum kemarahanya padaku...
“APA SALAHKU?”
“....” aku hanya menundukan kepala dengan wajah kusut, berjalan dan terus berjalan hingga akhirnya sampai di suatu ruangan yang berplang “6A”
DI ruangan itu telah disesaki oleh para orang tua dan teman-temanku yg duduk memenuhi kelas yang tidak terlalu luas itu, sampai-sampai aku bingung dan memutuskan untuk tidak duduk.


09.00
Inilah hari pembagian raport, Ibu Ansih memasuki kelas yang telah memadat, ya kelas 6A, dia memberikan senyum manisnya pada semua yang memenuhi kelas itu. Aku terus berdoa agar hasil yang aku peroleh tidak mengecewakan teman-teman dan pengasuh-pengasuhku di panti asuh, aku ingin membuktikan pada semuanya dan Ira khususnya bahwa aku si anak YATIM PIATU bisa menunjukan prestasi yang bagus dibanding mereka-mereka yang utuh keluarganya.
Ibu Ansih memulai pembicaraan mengenai nilai raport anak didiknya yang berjumlah sekitar 30 orang, ya 30 itu termasuk aku. Dan akhirnya pembicaraanya sampai kepada rangking kelas di tengah semester ganjil.
“Oke ibu, bapak dan anak-anak sekalian, telah 6 bulan anak-anak kita telah melakukan proses kegiatan belajar, dan inilah hasil evaluasi dari mereka. Saya akan membacakan 3 peringkat teratas dan 3 peringkat terbawah..”
Hatiku mulai berekelana mencari kepastian dimana posisiku berada, tapi aku yakin... aku telah melakukan semua yg aku bisa selama 6 bulan ini, dan aku yakin Allah telah menetapkan yang terbaik untuk hidupku.  J
“Untuk peringkat 3 teratas diraih oleh... “FIRDAUZ AL FARIZY dengan rata – rata raport 87”
“Prokprokprok !!!”
Suara gaduh tepuk tangan memecah rasa kegundahan di kelas 6A, lalu Bu Ansih melanjutkan membacakan posisi 2 dan 1, dan ternyata...
“Peringkat 2 diperoleh oleh ...”
“Kalau ga peringkat 2 pasti 1 deh aku J yaiyalah PASTI!” Kata Ira dengan suara cukup keras berlaga sombong dihadapan kami.
Aku hanya tersenyum kecil, mengaminkan harapannya saja.
“Deslia Nur Octa dengan rata-rata raport berselisih 0,2 dengan Firdauz yaitu 89... ”
“Selamat ya selamat! J” ucap bahagia dari semuanya kepada cewek yang bener-bener ratunya buku di kelas 6A.
Deslia pun hanya tersenyum memberi ucapan terimakasih kepada semuanya sambil matanya tak terlepas dari buku yang ber cover Ensiklopedia mengenai Makhluk Hidup. Deslia .. Deslia..
“Huh, baru rangking 2 aja sombongnya selangit tuh anak. Tapi yakin deh Ra, you’re the best! Dan gausah ditanya lagi Putri Prameswara Diningrat yang bakal jadi peringkat 1, asikkkk...” Kata Ira Percaya diri untuk sekian kalinya di hadapan kami.
“Dan peringkat 1 teratas adalah...”
Kami semua saling berpegangan tangan, kecuali Ira, dia sudah merapihkan bajunya, dia mungkin telah sangat yakin menjadi peringkat 1. Ya, Aamiin. Kami yakin, diantara kami ada satu yang memang benar-benar terbaik karena usahanya yang begitu keras untuk menjadi yg terbaik. SIAPA?
“Syila Nur Cantika dengan perolehan rata-rata raport sangat tinggi... 95...”
Semua seakan takjub atas perolehan yg dicapai oleh ku, bahkan aku pun tak menyangka. Aku mencoba mencubit tangan ku, dan benar ini nyata, akulah  yang menjadi peringkat 1. Sujud syukur tak lupa aku persembahkan pada sang illahi rabbi yg telah menetapkan takdir baik untuk semua ini.
Mataku mencoba berani menatap Ira, mukanya merah seperti menahan malu dan kesal, dia menatap balik tajam mataku dan menyemprotku dengan perkataan yang sangat membuat aku sakit hati untuk ke sekian kalinya.
“Bu Ansih! Apa ibu tak salah menyebut nama? Masa si Syila sih yang jadi peringkat 1 nya, anak yatim piatu yang so pinter, so cantik itu ga pantes jadi peringkat 1.” Teriak Ira menghentikan kebahagiaan kelas. Ibunya yang duduk di barisan depan nampak kesal dan hanya sanggup menunduk malu atas perlakuan anaknya yang benar-benar kurang ajar.
“Tidak Ira, dia yang meraih peringkat 1. Dia memang anak yang rajin, Dan ibu hanya ingin memberitahukan saja, kamulah sang peringkat terakhir!”
“IRA! AYO KITA PULANG.”
Lonjakan kemarahan ibunya tampak tak bisa disuruti lagi ditambah diketahui bahwa anakanya yang mendapat peringkat terakhir. Ira terus berdumel sepanjang perjalanan menuju rumahnya kepada sang ibu bahwa pencapaian yg dicapai olehku semata-mata bukan hasil murniku melainkan sering menyontek dan menyuruh orang lain mengerjakan setiap tugas.
Inilah akhirnya harus kusyukuri, aku bisa menunjukan kepada semuanya bahwa aku bukan anak yatim piatu yang tidak bisa apa-apa dan pantang menyerah. Aku BISA! Walaupun di hati terdalam aku ingin mempersembahkan semua kemenangan ini untuk ayah dan ibu yang aku tak tahu dimana keberadaannya hingga kini.


Tidak ada komentar: