. . .
Kini
aku hidup untuk sebuah ketidakpastian, aku hidup dalam kejanggalan yang telah
sekian lama aku rasakan. Semua serba sendiri, kalian mungkin takkan pernah
mengetahui apa yang sebenarnya aku rasa, karena kalian tidak ada yang pernah
peduli! SIAPA AKU SEBENARNYA? Aku adalah
orang hidup yang seakan tlah mati dalam sesaknya dunia ini.
“Syila
Nur Cantika” itulah namaku, kata ibu pengasuhku disini, ya.. disini, di tempat
asuh atau familiar disebut PANTI ASUHAN. Dia lah segalanya bagiku, tapi aku
kurang begitu yakin dengan nama pemberian itu, kan itu masih katanya.
Saat aku mengenang 15 tahun lalu ketika aku
terlahir, aku seakan ingin membuat Tuhan membatalkan tuk menghidupi aku, aku
benar-benar tidak tahu apa arti hidupku. Aku tidak pernah merasakan apa yang
selalu kalian rasakan, hidup dengan berjuta kasih sayang. Hidup dalam kesendirian,
ya itulah aku.
16
tahun baru aku injaki 2 bulan lalu, mungkin karena aku sudah besar, aku
terlihat lebih ingin mengetahui tentang “SIAPA SIH AKU”, “pemikiran seseorang
yg memasuki umur 16/17 lebih kritis dan bersikap agresif. “ kata Bi Mimin
(pengasuhku) . Ya, mungkin tepatnya ingin
lebih mengenal jati diri sesungguhnya, aku luruskan. Dulu, tepatnya ketika
umurku masih dibawah 16 tahun ya berati 15, 14, 13, 12, 11, 10, 9, 8, 7, 6, 5, 4,
3, 2, 1 aku adalah sosok yang ceria... sosok yang menikmati hidup . Tapi,
sekarang telah beda! Itu semua karena hal
itu!
AKU
BENCI HIDUPKU... L
Akhir-akhir
ini aku selalu bertanya pada Bi mimin, siapa orang tua ku, tapi Bi Mimin selalu
saja menolak untuk memberitahukanku, pertanyaan itu mulai aku terus tanyakan
semenjak aku masuk Sekolah Dasar, aku iri terhadap mereka-mereka yang diantar
jemput orang tuanya, tapi aku? Jalan sendiri dari rumah panti karena memang
tidak terlalu jauh jaraknya, Bi Mimin hanya mengantarkanku di kali pertama aku
masuk Sekolah dasar L
“Syila...Mama
papahmu kemana? Ini kan hari pembagian raport, masa kamu sendiri yang ngambil?”
tanya salah satu teman sekolah dasarku, Ira namanya.
“Aku
tidak tau dimana mereka, mereka tidak hidup denganku lagi.” Jawabku
mendrongkrak pertanyaannya yg begitu membuat aku sakit hati.
“Hah?
Aneh ya kamu, oh iyaaa... kamu kan anak panti yg disana ya... pantes aja, orang
kamu anak yg terlahir tanpa ibu dan bapak! HAHAHA, anak buangan kali ya, anak
haram, saking haramnya sampe ga ada yg ngaku jadi ibu dan bapak kamu” katanya
mencaci aku.
“Husss,
kamu ini ya, punya mulut kok ga dijaga” kata ibu Ira yang mendengar perkataan
kasar Ira, ia langsung memukul pelan mulut anaknya yang jahat itu.
Sesekali
ia melontarkan senyum kemarahanya padaku...
“APA
SALAHKU?”
“....”
aku hanya menundukan kepala dengan wajah kusut, berjalan dan terus berjalan
hingga akhirnya sampai di suatu ruangan yang berplang “6A”
DI
ruangan itu telah disesaki oleh para orang tua dan teman-temanku yg duduk
memenuhi kelas yang tidak terlalu luas itu, sampai-sampai aku bingung dan
memutuskan untuk tidak duduk.
09.00
Inilah
hari pembagian raport, Ibu Ansih memasuki kelas yang telah memadat, ya kelas
6A, dia memberikan senyum manisnya pada semua yang memenuhi kelas itu. Aku
terus berdoa agar hasil yang aku peroleh tidak mengecewakan teman-teman dan
pengasuh-pengasuhku di panti asuh, aku ingin membuktikan pada semuanya dan Ira
khususnya bahwa aku si anak YATIM PIATU bisa menunjukan prestasi yang bagus
dibanding mereka-mereka yang utuh keluarganya.
Ibu
Ansih memulai pembicaraan mengenai nilai raport anak didiknya yang berjumlah
sekitar 30 orang, ya 30 itu termasuk aku. Dan akhirnya pembicaraanya sampai
kepada rangking kelas di tengah semester ganjil.
“Oke
ibu, bapak dan anak-anak sekalian, telah 6 bulan anak-anak kita telah melakukan
proses kegiatan belajar, dan inilah hasil evaluasi dari mereka. Saya akan
membacakan 3 peringkat teratas dan 3 peringkat terbawah..”
Hatiku
mulai berekelana mencari kepastian dimana posisiku berada, tapi aku yakin...
aku telah melakukan semua yg aku bisa selama 6 bulan ini, dan aku yakin Allah
telah menetapkan yang terbaik untuk hidupku. J
“Untuk
peringkat 3 teratas diraih oleh... “FIRDAUZ AL FARIZY dengan rata – rata raport
87”
“Prokprokprok
!!!”
Suara
gaduh tepuk tangan memecah rasa kegundahan di kelas 6A, lalu Bu Ansih
melanjutkan membacakan posisi 2 dan 1, dan ternyata...
“Peringkat
2 diperoleh oleh ...”
“Kalau
ga peringkat 2 pasti 1 deh aku J yaiyalah PASTI!” Kata Ira dengan suara
cukup keras berlaga sombong dihadapan kami.
Aku
hanya tersenyum kecil, mengaminkan harapannya saja.
“Deslia
Nur Octa dengan rata-rata raport berselisih 0,2 dengan Firdauz yaitu 89... ”
“Selamat
ya selamat! J”
ucap bahagia dari semuanya kepada cewek yang bener-bener ratunya buku di kelas
6A.
Deslia
pun hanya tersenyum memberi ucapan terimakasih kepada semuanya sambil matanya
tak terlepas dari buku yang ber cover Ensiklopedia mengenai Makhluk Hidup. Deslia
.. Deslia..
“Huh,
baru rangking 2 aja sombongnya selangit tuh anak. Tapi yakin deh Ra, you’re the
best! Dan gausah ditanya lagi Putri Prameswara Diningrat yang bakal jadi
peringkat 1, asikkkk...” Kata Ira Percaya diri untuk sekian kalinya di hadapan
kami.
“Dan
peringkat 1 teratas adalah...”
Kami
semua saling berpegangan tangan, kecuali Ira, dia sudah merapihkan bajunya, dia
mungkin telah sangat yakin menjadi peringkat 1. Ya, Aamiin. Kami yakin,
diantara kami ada satu yang memang benar-benar terbaik karena usahanya yang
begitu keras untuk menjadi yg terbaik. SIAPA?
“Syila
Nur Cantika dengan perolehan rata-rata raport sangat tinggi... 95...”
Semua
seakan takjub atas perolehan yg dicapai oleh ku, bahkan aku pun tak menyangka.
Aku mencoba mencubit tangan ku, dan benar ini nyata, akulah yang menjadi peringkat 1. Sujud syukur tak
lupa aku persembahkan pada sang illahi rabbi yg telah menetapkan takdir baik
untuk semua ini.
Mataku
mencoba berani menatap Ira, mukanya merah seperti menahan malu dan kesal, dia menatap
balik tajam mataku dan menyemprotku dengan perkataan yang sangat membuat aku
sakit hati untuk ke sekian kalinya.
“Bu
Ansih! Apa ibu tak salah menyebut nama? Masa si Syila sih yang jadi peringkat 1
nya, anak yatim piatu yang so pinter, so cantik itu ga pantes jadi peringkat
1.” Teriak Ira menghentikan kebahagiaan kelas. Ibunya yang duduk di barisan
depan nampak kesal dan hanya sanggup menunduk malu atas perlakuan anaknya yang
benar-benar kurang ajar.
“Tidak
Ira, dia yang meraih peringkat 1. Dia memang anak yang rajin, Dan ibu hanya
ingin memberitahukan saja, kamulah sang peringkat terakhir!”
“IRA!
AYO KITA PULANG.”
Lonjakan
kemarahan ibunya tampak tak bisa disuruti lagi ditambah diketahui bahwa
anakanya yang mendapat peringkat terakhir. Ira terus berdumel sepanjang
perjalanan menuju rumahnya kepada sang ibu bahwa pencapaian yg dicapai olehku
semata-mata bukan hasil murniku melainkan sering menyontek dan menyuruh orang
lain mengerjakan setiap tugas.
Inilah
akhirnya harus kusyukuri, aku bisa menunjukan kepada semuanya bahwa aku bukan
anak yatim piatu yang tidak bisa apa-apa dan pantang menyerah. Aku BISA!
Walaupun di hati terdalam aku ingin mempersembahkan semua kemenangan ini untuk
ayah dan ibu yang aku tak tahu dimana keberadaannya hingga kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar