Minggu, 21 Desember 2014

Impossible Dream

     Betapa bahagianya mereka yang bisa memanfaatkan dengan baik waktu bersama ayah bundanya..betapa bahagianya mereka yang masih merasakan hangatnya kasih sayang ayah bundanya, aku melihat mereka merekahkan senyum lebarnya, lebar sekali... Ada yang bermain, belajar bahkan adapula yang larut dalam dekapan hangat ayah bundanya. Sungguh aku menyesal.
Kringgg...
“Assalamualaikum Lira, gimana kabarnya?” suara wanita bertanya di ujung telefon.
“Maaf, ini siapa?” tanyaku bingung.
“Ini ibu yang waktu itu menemui kamu di panti nak, oh iya panggil sekarang mama ya...” Jawabnya.
“.....”
“Siap-siap ya Lir, besok mama dan ayah jemput kamu, oh ya sampaikan terimakasih banyak ke Ibu panti sudah mengizinkan ibu eh mama dan ayah merawat kamu..”
Tut tut tut...
            Hah, rasanya aku ingin berteriak keras, keras sekali, aku ingin menemukan kebahagiaan dan keadilan hidup sebenarnya, dimana sebenarnya kebahagiaan itu, dimana sebenarnya letak keadilan Tuhan yang katanya Ia telah beri kepada semua umatnya, dimana?! aku hanya bisa pasrah, apa besok kebahagiaan sebenarnya dalam hidupku akan datang?
            Aku lahir dengan banyak tanda tanya besar, 15 tahun lalu ibu panti atau sebut saja ibu Rana menemuiku di suatu tempat yang tidak pantas diletakan bayi mungil tanpa dosa, badanku menggigil, suhu badanku dibawah normal, aku merengek sekeras-kerasnya, mataku masih belum bisa melihat. Apa ini sudah nasibku Tuhan? saat anak-anak lain diciumi kasih sayang dengan ayah bundanya, aku hanya merengek mencari kepastian di tempat tak pantas itu? Iya ini nasib, tak bisa diubah, ups rasanya meleset, salah besar, mungkin besok bisa diubah.
Kukuruyuuuuuk
            Si jalu, jam hebat ciptaan Tuhan mengeluarkan suara jantannya, hari ini hatiku berdebar menunggu 2 malaikat yang akan merubah hidup ku menjadi suatu kebahagiaan. Mungkin?
“Oh ya waalaikumsalam ibu Erlin, jadi nih membawa Lira?” tanya bu panti.
“Iya Bu Rana, saya bawa Lira ya” jawabnya dengan pasti.
            AH TIDAK! Kebahagiaanku bukan disini, keadaan disini lebih parah dari panti. Aku kira aku akan bahagia disini, aku bisa menemukan sejumlah kemewahan disini, aku tidak mengira harapanku jauh dengan kenyataan yang aku lihat.
“Selamat datang di rumah kami nak... sekarang jangan canggung untuk melakukan apapun disini, panggil kami mama dan ayah ya, kami berdua sayang lira” katanya sambil mencium keningku, ia pun menyuruhku masuk ke rumah yang bukan seperti rumah menurutku. Aku hanya menggeleng sambil memaksa tak mau masuk.
            2 minggu yang aku jalani dengan segudang aktivitas disini rasanya seperti berada di kehidupan paling buruk, pagi hari aku bangun tidur lalu membereskan kasur, kalau di panti ada pembantu yang membereskan, lalu aku mandi dengan air yang harus aku timba di sumur, kalau di panti aku sudah enak saja soalnya ada shower, lalu dan lalu masih banyak sekali aktivitas yang aku rasa tidak sedikit aku benci.
“Lira... Tolong bantu ayahmu bawa koran-koran di kursi ya, ayah mau bersiap cari uang tuh..” suruh wanita menjengkelkan itu padaku.
“Heuh! Aku malu tau aku malu punya ayah angkat tukang koran, punya mama angkat buruh cuci, aku malu!!!” jawabku dalam hati, terpaksa aku melaksanakan suruhan si buruh cuci itu.
            Siangnya aku bersiap-siap ke sekolah, sekarang aku duduk di bangku MA kelas 1, sebenarnya aku menolak saat di sekolahkan di sekolah islam itu, harapanku jika aku diangkat oleh orang tua angkat menjadi anaknya inginnya aku sekolah di sekolah internasional. Sekali lagi aku benci hal ini!
“Lira, pr sejarah islam nya udah?” tanya Lia, cewe berjilbab dan cerdas di sekolah.
            Aku sama sekali tidak menyaut pertanyaannya, siapa dia? So kenal banget, seharusnya nih ya, dia itu ga pantes kenal sama aku. Terlalu kampung, teman yang pantes temenan sama aku adalah temen-temen elite di sekolah internasional sana.
            1 tahun berlalu, aku lewati dengan banyak keluhan dan keluhan, dan nyatanya aku tidak naik kelas, hidupku hancur! Hancur! Hancur! Iya ini berkat mereka, si buruh cuci dan pedagang koran, aku mau lari dari segala masalah ini, aku mau lari dengan suatu solusi paling hebat yang pernah aku tau, aku mau bunuh diri!
            Aku mengambil pisau dari dapur jelek dengan cat yang sudah luntur, tapi ... Heuh! Rencanaku diketahui si buruh cuci itu, dia melihatku, lantas dia langsung memelukku, mencoba menenangkanku, menanyakan alasan mengapa aku berbuat seperti itu, aku hanya terdiam jengkel, lalu mendorongnya hingga jatuh ke ubin kamar mandi yang licin, sepertinya baru saja dia selesai menyelesaikan pekerjaannya sehinya ubin nya masih sangat licin. Aku tertawa puas.
            Aku mencoba mencari siasat lain, aku pergi ke jalan yang banyak kendaraan berlaju kencang menunggu kendaraan yang pas menabrakku, 10 menit menunggu, aku membulatkan tekadku, berjalan di jalan yang penuh keramaian kendaraan melewat, dan...
”aaaaaaaaaaaaaaa, uh sakit”
Aku rasa aku didorong, dan mengapa aku tak merasa tertabrak? Sontak aku melihat ke arah belakang yang telah di kerumuni banyak orang, ada apa?
            Hah.. aku tak menyangka ter..ternyata ada yang menyelamatkanku di jalan raya tadi, dan aku mencoba melihat, koran koran berserakan, tidak tidak itu ayahku, berlumuran darah dimana-mana, semua yang mengerubuninya panik.
“Ak..ak..AKU PEMBUNUH ...”
            Aku gelagapan sambil bercucuran air mata, berlari sekencang mungkin menuju rumah untuk memberi tahu mama akan kejadian ini, air mataku tak terbendung, begitu hebat menitikan air mata penyesalan ketika..
“aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, mah, mah, mah bangun mah....”
            Aku mencoba merasakan denyut nadinya, tap..tapi..
“sudah berhenti”
            Aku hanya bisa menangis, menangis sekencang-kencangnya, aku memegang tangan dingin mama yang berada di ubin kamar mandi, merasakan sekali lagi denyut kehidupannya tapi dia benar-benar sudah meninggal.
            Aku menyesal aku menyesal aku menyesal sekarang, rasanya aku seperti buronan, dengan kasus besar yang dapat dinyatakan “seorang anak yg membunuh 2 orang sekaligus dalam waktu bersamaan” dan 2 orang itu adalah mama dan ayah angkatku sendiri.
            Aku mencoba mengingat kenangan bersama mereka, kasih sayang yang coba mereka tanam di kehidupan baruku setahun lalu bersama mereka, tapi apa balasanku?     
            Betapa bahagianya mereka yang bisa memanfaatkan dengan baik waktu bersama ayah bundanya..betapa bahagianya mereka yang masih merasakan hangatnya kasih sayang ayah bundanya, aku melihat mereka merekahkan senyum lebarnya, lebar sekali... Ada yang bermain, belajar bahkan adapula yang larut dalam dekapan hangat ayah bundanya. Sungguh aku menyesal.
“Lir...Lira..Lira...” sahut sebuah suara menyadarkanku.
“Nak.. bangun nak..” sahut lagi suara lain.
“Euh euh euh, hoaaaaaam...mah yah? Jad.. jadi.. tadi aku mimpi ?”
“Iya nak, tadi kamu berteriak keras “AKU PEMBUNUH” sontak kami kaget, dan langsung ke kamarmu, ah ternyata kamu Cuma mimpi ya?”
“Mah, yah, mimpi barusan adalah mimpi yang tak pernah aku lewati sebelumnya, mengarungi sebuah kehidupan menjadi seorang anak panti dan berakhir dengan hal tak terduga..” curhatku mengakhiri perjalanan panjang ini.
“Rasanya aku diingatkan Allah untuk jangan sampai berbuat seperti itu..” tambahku lagi sambil masih memikirkan, apa itu hanya sebuah mimpi.
“Sudah sudah semoga kamu bisa mengambil hikmah dari bunga tidurmu ya” kata ayah bijak.
“Dan sekarang cepat ambil air wudhu ya lir, kita tunggu di ruang solat” kata mamah menyuruh ku cepat mengambil wudhu.
“Mah, yah, LIRA SAYANG MAMA DAN AYAH”

            Ya, itu perjalanan panjangku dalam sebuah mimpi, aku janji tidak akanmelakukan hal bodoh seperti halnya mimpiku itu.  ^^tingting#

Tidak ada komentar: