Minggu, 21 Desember 2014

Gunanya Mendengarkan

       Gali, gali, gali yang terus kucoba lakukan setiap hari. Mencari suatu penghidupan di tanah yang strategis, bahkan aku bisa sampai berseteru dengan yang lainnya jika disentil mengenai tanah yang telah aku gali tetapi dicoba ambil olehnya. Aku tidak akan memberinya secara mudah begitu saja, ini soal perjuangan yang sulit.
      Pikiranku bersama teman lain tak henti-hentinya diganggu oleh aktivitas yang sering manusia lakukan di atas tempat pijakanku, kami seakan bosan mendengar mereka berjalan keras di atas tanah, apalagi ketika ada yang berlari, seperti diguncang gempa hebat. Ya kalian pasti sudah bisa menebakku siapa, aku seekor semut yang berukuran mini, bahkan jika dibandingkan dengan semut merah yang begitu besar aku jauh berbeda dengannya.
   Saat matahari telah meninggi menandakan aku harus mencari kembali penghidupan, mendekati segala jenis yang berbau manis dan mengupayakan untuk mengambil makanan lezat untuk kehidupanku di rumah, tanah maksudnya. Di perjalanan mustahil jika aku tak bertemu dengan sebangsaku, pasti aku bertegur sapa dengan mereka, mereka bukan kerabatku melainkan disini kita bangsa semut semua bersaudara. Ada satu yang cantik diantara mereka, ehem sudahlah.
      “ITU DIA....!” Ucap seekor semut lain yang melihat makanan manis yang berbau sangat lezat, semuanya berlomba-lomba mencicip dan mendekati si manis itu, tak tertinggal aku. Belum lama rasanya kami cicipi, seseorang berbadan raksasa datang dengan membawa suatu benda untuk mematikan kita, pernah aku dengar katanya itu sejenis pembasmi serangga. Kita semua memencar kemana-mana, makanan yang awalnya direncanakanku akan dibawa ke rumah sebagai santapan malam pupus begitu saja, mulai saat itu aku  berjanji pada diriku sendiri  untuk tidak mencari makan di rumah manusia lagi, aku benci manusia jahat.
     Aku dikenal sebagai semut yang suka menyendiri, mereka menyebutku Gerald si semut yang suka menyendiri. Ya benar aku memang suka menyendiri karena aku tidak suka hidup sebagai semut! Aku benci menjadi seekor hewan yang begitu kecil yang jika bertemu dengan  sebayaku yang lebih besar sering diolok, aku tidak ingin menjadi seperti ini, tapi takdir Tuhan selalu berkata lain. “Ia mungkin tidak menyayangiku, ia menciptakan aku sebagai seekor semut yang tidak bermanfaat bagi kehidupan ini, coba saja aku jadi manusia, pasti para semut ini akan aku sediakan tempat yang layak, bukan tanah seperti ini, menjijikan.” Aku bergumam sendiri.
      “Saatnya tidur, selamat tidur! J Besok kita akan melakukan misi mencari kue ya, persiapkan dengan baik.” teriak si semut besar ia sering disebut George si semut pemimpin.
      “Ya.. ” jawabku tak bersemangat diliputi rasa takut.
      Hari mulai cerah menandakan pagi tlah tiba, dan inilah waktuku dengan yang lain melakukan hal bodoh untuk ke sekian kalinya, mencari makan dengan susah payah. Misi kami sekarang mencari kue di rumah yang bercat ungu disana, kami melewati jalan sebelah kiri soalnya jalan sebelah kanan telah ada laporan tanahnya sedang diperbaiki. Walau memang lebih jauh tetapi ini demi berlangsungnya kehidupan kami.
    “SEMANGAT!!! JALAN...!!!! Stu Dua Stu Dua.” Teriak kami, aku yang paling tidak bersemangat pastinya.
      Setibanya di dalam rumah tersebut, aku mencoba berkata di depan barisan untuk tidak melanjutkan misi bodoh ini, karena pasti setiap telah menemukan makanannya kita akan dibunuh oleh manusianya. Tapi yang lain tidak mendengar mereka terus berjalan meninggalkan aku yang mencoba melerai mereka.
      “Sepertinya tidak ada gunanya aku ikut, keberadaanku tidak dipentingkan.” Gumamku di dalam hati.
      Aku kembali ke rumah, disana aku beristirahat di atas batu-batu kecil. Hari semakin malam, sedangkan rombongan semut pemimpin yang aku tinggalkan belum juga pulang, aku seakan resah dibuat kelakuan mereka.
      “MEREKA TIDAK KEMBALI...!” Umum si semut berpipi merah namanya Lili.
      “Ini semua salah mereka, aku telah mencoba mengingatkan mereka untuk tidak melanjutkan misi, tapi mereka terus melanjutkannya!” kataku penuh emosi.
      “Mereka mati semua, tidak bersisa, katanya mereka mati karena disemprot oleh si manusia jahat dengan pembasmi serangga, sekarang bangsa kita tinggal sedikit, aku mengingatkan kepada kalian untuk tidak mencari makanan di rumah-rumah manusia lagi, jangan mengulang hal yang sama! huhuhu” Seru istri  George si pemimpin sembari diliputi sedih karena suaminya yang menjadi salah satu korban.
      “Iya.” Kataku menjawab.
     “Kalau saja mereka mau mendengarkanku, tidak akan begini ceritanya.” Ucapku dalam hati lalu menutup kisah mengenaskan itu dengan memejamkan mata di ranjang empuk dari daun milikku.

Pesan     : “Dengarkanlah omongan orang yang sedang mengingatkanmu, karena setiap orang berhak diberi kesempatan didengarkan oleh orang lain.”

Penulis : Retta Farah Pramesti

Cerpen hasil karyaku ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran akan aku tampung, terimakasih yang sudah membaca, semoga diberi pahala yang setimpal :) hihi :D

Tidak ada komentar: