Selasa, 14 Februari 2017

Ketika Harapan Dibalas dengan Lebih Indah olehNya

Sebut saja Retta, anak SMA hari kemarin yang kini telah sah menyandang gelar MAHAsiswa, hahaha rasanya memang tidak terlalu cocok dengan kepribadianku yang masih kekanakan dan sama sekali belum dewasa kini.But, our lives must go on right?Yap, tantangan dan takdir yang kujalani kini berjalan sudah, di masa baru yang kaya akan heterogenitas, masa perkuliahan.

Ceritaku dalam menyandang status mahasiswa di salah satu kampus favorit negri ini mungkin tidak semulus yang orang lain rasakan, banyak kenangan duka, tangis, sedih, kecewa, letih dan kadang berputus harap terhadap jejak-jejak yang waktu demi waktu dilalui saat belajar dulu. Namun, optimisme dan antusias yang kuporsikan lebih besar ketimbang hal-hal negatif itu menjadi sebuah cambukan keras terhadap alasanku belajar.

Jua selalu ingat akan perkataan dari Ali Bin Abi Thalib bahwasannya “Jika kau tak tahan lelahnya belajar maka  kau harus tahan menanggung pahitnya kebodohan” siapa yang mau disebut bodoh bukan?maka tentu aku memilih jalan untuk menahan lelahnya belajar sebagai bentuk meneruskan perjuangan akademikku.

Mulanya, antusiasme untuk kuliah di ‘Perguruan Tinggi’ apalagi yang ternama tidak sama sekali terfikirkan, hal itu dikarenakan ‘takut akan nominal dana yang besar’, prasangka itu semakin berat karena kenyataannya memang aku dibesarkan oleh seorang ibu yang berstatus single parent saja. Namun, keadaan itu tidak sama sekali menyurutkan langkahku untuk berprestasi, buktinya Alhamdulillah berkat izinNya aku beberapa kali mendapatkan pengahargaan yang lumayan berprestise baik di tingkat sekolah ataupun daerah, lagi-lagi tak berhenti kuucap syukur akan takdir indah yang Allah beri.

Hal ini pun berpengaruh terhadap tujuanku semasa SMA, karena banyak dogma baik dari keluarga dan sejawat yang mengaharuskan aku jadi abdi negara maka ‘orientasi ST*N’ sudah mengambis dalam jiwaku, yap 10-15 soal sudah bisa kubabat habis dalam 1 hari, demi bisa masuk ke kampus kebanggan itu. Hingga pada akhirnya di kelas 12 SMA aku mengikuti fase demi fase mulai dari pendaftaran, tes administrasi sampai tes tulis yang luar biasa membutuhkan kerja keras, dan hasilnya? Alhamdulillah.. Aku dinyatakan lolos mengalahkan ribuan orang yang berniat masuk sana, tantangannya tinggal 1 tahap lagi yakni tes fisik, setelah melewati tahap itu sah sudah aku disebut sebagai mahasiswa di kampus bintaro itu. Namun kau tahu? Takdir lain berkata, saat jadwal tes fisik masuk ST*N sudah didepan mata, pengumuman lolos SNMPTN pun sampai di tanganku. Galau, 1 rasa yang tiada aku lupakan di hari itu.

“Life is your choice, ret”
“Ya ST*N lah Retttt”
“Jangan bodoh dengan waktu yang udah kamu habiskan untuk mengejar mimpi kamu”
Begitu komentar banyak orang.

Bagiku sendiri, hidup memang pilihan teman. Namun diantara pilihan yang berusaha kita tetapkan selalu ingat ada porsi kebahagiaan yang orang lain juga harus dapatkan, maksudnya?selagi aku bahagia sendiri pada akhirnya, berkat melepas SNMPTN sedangkan adik tingkatku kesusahpayahan masuk PTN, apa itu yang disebut bahagia? Lalu tentang perjuangan dan waktu, memang itu korelasi yang tidak mungkin bisa dipisahkan, namun teman...belajar bukan hal yang sia-sia, toh belajar dalam arti sebenarnya mengais ilmu bukan?lalu pertanyaannya apakah ada ilmu yang tidak berguna?
Tidak ada yang perlu disesali, tidak ada yang perlu ditangisi, tidak ada yang salah, tidak ada yang sia-sia, karena ini sudah merupakan jalan kehidupan. Mahasiswi Akuntansi UNPAD ini bersyukur berkat takdir lain yang Allah beri bisa membuat banyak pelajaran dalam hidupnya, aku kan terus ‘berjuang’ mengarungi kerasnya kehidupan kampus demi ‘beruang’ nantinya. Doakan yaaaJ



Dik, ingat ya pesan kaka.

Boleh kamu berharap tinggi ingin melanjutkan cerita hidupmu dimanapun kau mau, karena memang tidak ada yang membatasi, namun ingat peran Tuhanmu yang tentunya sangat ikut andil dalam kehidupanmu. Pahami Dia, Sang Maha Asyik.

Tidak ada komentar: