Sebut
saja Retta, anak SMA hari kemarin yang kini telah sah menyandang gelar
MAHAsiswa, hahaha rasanya memang tidak terlalu cocok dengan kepribadianku yang
masih kekanakan dan sama sekali belum dewasa kini.But, our lives must go on right?Yap, tantangan dan takdir yang
kujalani kini berjalan sudah, di masa baru yang kaya akan heterogenitas, masa
perkuliahan.
Ceritaku
dalam menyandang status mahasiswa di salah satu kampus favorit negri ini
mungkin tidak semulus yang orang lain rasakan, banyak kenangan duka, tangis,
sedih, kecewa, letih dan kadang berputus harap terhadap jejak-jejak yang waktu
demi waktu dilalui saat belajar dulu. Namun, optimisme dan antusias yang
kuporsikan lebih besar ketimbang hal-hal negatif itu menjadi sebuah cambukan
keras terhadap alasanku belajar.
Jua
selalu ingat akan perkataan dari Ali Bin Abi Thalib bahwasannya “Jika kau tak
tahan lelahnya belajar maka kau harus
tahan menanggung pahitnya kebodohan” siapa yang mau disebut bodoh bukan?maka
tentu aku memilih jalan untuk menahan lelahnya belajar sebagai bentuk meneruskan
perjuangan akademikku.
Mulanya,
antusiasme untuk kuliah di ‘Perguruan Tinggi’ apalagi yang ternama tidak sama
sekali terfikirkan, hal itu dikarenakan ‘takut akan nominal dana yang besar’, prasangka
itu semakin berat karena kenyataannya memang aku dibesarkan oleh seorang ibu
yang berstatus single parent saja. Namun,
keadaan itu tidak sama sekali menyurutkan langkahku untuk berprestasi, buktinya
Alhamdulillah berkat izinNya aku beberapa kali mendapatkan pengahargaan yang
lumayan berprestise baik di tingkat sekolah ataupun daerah, lagi-lagi tak
berhenti kuucap syukur akan takdir indah yang Allah beri.
Hal
ini pun berpengaruh terhadap tujuanku semasa SMA, karena banyak dogma baik dari
keluarga dan sejawat yang mengaharuskan aku jadi abdi negara maka ‘orientasi
ST*N’ sudah mengambis dalam jiwaku, yap 10-15 soal sudah bisa kubabat habis
dalam 1 hari, demi bisa masuk ke kampus kebanggan itu. Hingga pada akhirnya di
kelas 12 SMA aku mengikuti fase demi fase mulai dari pendaftaran, tes
administrasi sampai tes tulis yang luar biasa membutuhkan kerja keras, dan
hasilnya? Alhamdulillah.. Aku dinyatakan lolos mengalahkan ribuan orang yang
berniat masuk sana, tantangannya tinggal 1 tahap lagi yakni tes fisik, setelah
melewati tahap itu sah sudah aku disebut sebagai mahasiswa di kampus bintaro
itu. Namun kau tahu? Takdir lain berkata, saat jadwal tes fisik masuk ST*N
sudah didepan mata, pengumuman lolos SNMPTN pun sampai di tanganku. Galau, 1
rasa yang tiada aku lupakan di hari itu.
“Life is your choice, ret”
“Ya
ST*N lah Retttt”
“Jangan
bodoh dengan waktu yang udah kamu habiskan untuk mengejar mimpi kamu”
Begitu
komentar banyak orang.
Bagiku
sendiri, hidup memang pilihan teman. Namun diantara pilihan yang berusaha kita
tetapkan selalu ingat ada porsi kebahagiaan yang orang lain juga harus
dapatkan, maksudnya?selagi aku bahagia sendiri pada akhirnya, berkat melepas
SNMPTN sedangkan adik tingkatku kesusahpayahan masuk PTN, apa itu yang disebut
bahagia? Lalu tentang perjuangan dan waktu, memang itu korelasi yang tidak
mungkin bisa dipisahkan, namun teman...belajar bukan hal yang sia-sia, toh
belajar dalam arti sebenarnya mengais ilmu bukan?lalu pertanyaannya apakah ada
ilmu yang tidak berguna?
Tidak
ada yang perlu disesali, tidak ada yang perlu ditangisi, tidak ada yang salah,
tidak ada yang sia-sia, karena ini sudah merupakan jalan kehidupan. Mahasiswi
Akuntansi UNPAD ini bersyukur berkat takdir lain yang Allah beri bisa membuat
banyak pelajaran dalam hidupnya, aku kan terus ‘berjuang’ mengarungi kerasnya
kehidupan kampus demi ‘beruang’ nantinya. Doakan yaaaJ
Dik,
ingat ya pesan kaka.
Boleh
kamu berharap tinggi ingin melanjutkan cerita hidupmu dimanapun kau mau, karena
memang tidak ada yang membatasi, namun ingat peran Tuhanmu yang tentunya sangat
ikut andil dalam kehidupanmu. Pahami Dia, Sang Maha Asyik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar