Rabu, 15 Juni 2016

Menghindar

Dikisahkan, abad 21.

Pintu sebuah ruangan dibuka.

Di sisi lain,
Orang-orang berseliweran entah berjalan kemana, sebenarnya bukan lagi rahasia umum kemana harusnya orang-orang menuju, tapi entah, selalu ada yang membelokan setiap langkah kakinya.

Di ujung jalan sana... ada jurang
Di ujung jalan sana... ada taman
Di ujung jalan sana... berhenti sudah

Orang-orang berseliweran berbeda jalan. Sudah tau taman adalah persinggahan terakhir paling nikmat nantinya, namun banyak sekali tantangan hingga satu persatu orang mengurungkan niat ke jalan tersebut.

Katanya ‘amal’ yang diperhitungkan. Sebelum menuju jalan indah itu, ada penjaganya. Orang-orang kalap. Minder duluan. Hanya sebagian golongan yang dapat melewati setahap demi setahap ujian hingga sampai ke yang paling nikmat.

Berbeda lagi, di jurang sana, sangat dalam, takut, Namun...nyatanya banyak yang masuk kesana.

Berhenti sudah, mentok, tak ada lanjutan jalan. Para insan tertunduk, menangis hingga diibaratkan bisa jadi sebuah bendungan. Saking menyesalnya.

Yang belum menentukan jalan,
Semakin dilanda kekhawatiran.

Di Abad 21,

Kehidupan serba modern, serba praktis, serba terbuka, serba bebas, serba tak karuan.
Ada aturan dilanggar,
Ada kebaikan diciduk,
Ada kebenaran disembunyikan,
Ada ketaatan dicemooh,
Ada kesetiaan ditidakpedulikan,

Banyak dan meraja
Mata mata tak menunduk
Hidung hidung tak menutup
Telinga telinga tak mendengar
Mulut mulut tak bicara
Tangan tangan tak sembunyi
Lidah lidah tak terjaga

Abad 21,

Dunia digemparkan dengan banyak kasus tak bermoral.

Orang itu lalu masuk ke ruangan tersebut, tinggal di sudut ruang itu, lalu hanya tertegun bermuhasabah dan sesekali mencoba pahami mushaf, sepanjang hari disana.

Banyak orang diluar yang uangnya sampai tak terhitung, dihamburkan pada hal yang bukan semestinya. Banyak orang diluar yang tak sadari teknologi jadi bencana, hujamkan waktu demi waktu. Banyak orang diluar..diluar sana banyak orang tak berada pada jalan yang mengantarkan ke taman itu.

Orang di tepi ruang itu lelah, ternyata mati dalam sujudnya. Dihabiskan waktunya tuk sang Pencipta, hingga akhirnya tidak mengikuti seliweran orang-orang yang berjalan ke arah jurang atau mentok.

Ia berjalan.
Bahkan sesekali berlari.
Tanpa tertahan.
Tanpa hambatan.

Kini, sudah sampai ia rupanya.

Taman, di tempat penuh kebahagiaan yang segalanya tak dapat dijelaskan bentuk kebahagiaannya, saking indahnya.

Kunci masuk orang itu mudah sampai ke taman tersebut adalah karena dirinya mampu tuk menghindar.


Sesungguhnya syurga itu banyak pintunya, bahkan tak menutup kemungkinan semua orang bisa masuk syurgaNya, bahkan di Masa Rasulullah pun seorang kafir dapat masuk sana, karena memberikan minum pada seekor hewan.


MAHA BENAR ALLAH DENGAN SEGALA FIRMANNYA...

Tidak ada komentar: