Dikisahkan, abad
21.
Pintu
sebuah ruangan dibuka.
Di sisi lain,
Orang-orang
berseliweran entah berjalan kemana, sebenarnya bukan lagi rahasia umum kemana
harusnya orang-orang menuju, tapi entah, selalu ada yang membelokan setiap
langkah kakinya.
Di ujung jalan
sana... ada jurang
Di ujung jalan
sana... ada taman
Di ujung jalan
sana... berhenti sudah
Orang-orang
berseliweran berbeda jalan. Sudah tau taman adalah persinggahan terakhir paling
nikmat nantinya, namun banyak sekali tantangan hingga satu persatu orang
mengurungkan niat ke jalan tersebut.
Katanya ‘amal’
yang diperhitungkan. Sebelum menuju jalan indah itu, ada penjaganya.
Orang-orang kalap. Minder duluan. Hanya sebagian golongan yang dapat melewati
setahap demi setahap ujian hingga sampai ke yang paling nikmat.
Berbeda lagi, di
jurang sana, sangat dalam, takut, Namun...nyatanya banyak yang masuk kesana.
Berhenti sudah,
mentok, tak ada lanjutan jalan. Para insan tertunduk, menangis hingga
diibaratkan bisa jadi sebuah bendungan. Saking menyesalnya.
Yang belum
menentukan jalan,
Semakin dilanda
kekhawatiran.
Di Abad 21,
Kehidupan serba
modern, serba praktis, serba terbuka, serba bebas, serba tak karuan.
Ada aturan
dilanggar,
Ada kebaikan
diciduk,
Ada kebenaran
disembunyikan,
Ada ketaatan
dicemooh,
Ada kesetiaan
ditidakpedulikan,
Banyak dan meraja
Mata mata tak
menunduk
Hidung hidung
tak menutup
Telinga telinga
tak mendengar
Mulut mulut tak
bicara
Tangan tangan
tak sembunyi
Lidah lidah tak
terjaga
Abad 21,
Dunia
digemparkan dengan banyak kasus tak bermoral.
Orang
itu lalu masuk ke ruangan tersebut, tinggal di sudut ruang itu, lalu hanya
tertegun bermuhasabah dan sesekali mencoba pahami mushaf, sepanjang hari
disana.
Banyak orang
diluar yang uangnya sampai tak terhitung, dihamburkan pada hal yang bukan
semestinya. Banyak orang diluar yang tak sadari teknologi jadi bencana,
hujamkan waktu demi waktu. Banyak orang diluar..diluar sana banyak orang tak
berada pada jalan yang mengantarkan ke taman itu.
Orang
di tepi ruang itu lelah, ternyata mati dalam sujudnya. Dihabiskan waktunya tuk
sang Pencipta, hingga akhirnya tidak mengikuti seliweran orang-orang yang
berjalan ke arah jurang atau mentok.
Ia berjalan.
Bahkan sesekali
berlari.
Tanpa tertahan.
Tanpa hambatan.
Kini, sudah
sampai ia rupanya.
Taman, di tempat
penuh kebahagiaan yang segalanya tak dapat dijelaskan bentuk kebahagiaannya,
saking indahnya.
Kunci masuk
orang itu mudah sampai ke taman tersebut adalah karena dirinya mampu tuk
menghindar.
Sesungguhnya
syurga itu banyak pintunya, bahkan tak menutup kemungkinan semua orang bisa
masuk syurgaNya, bahkan di Masa Rasulullah pun seorang kafir dapat masuk sana,
karena memberikan minum pada seekor hewan.
MAHA BENAR ALLAH
DENGAN SEGALA FIRMANNYA...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar