Minggu, 21 Desember 2014

Taubat Ramadhan

            Suara berat sang jalu ciptaan Tuhan belum juga terdengar kala pagi ini tiba. Berbeda suasana. Berbeda cerita, yap! 1 Ramadhan datang. Muslim bertakbir, orang-orang bertaqwa bertasbih, orang-orang mukmin bersimpuh sedang Rasulullah dulu menangis, mencurahkan kebahagiaan hati, jiwa, pikiran, raganya dengan itu, tangisan indah. Subhanallah manusia terbaik sepanjang masa. Orang-orang malas mendengus. Semua orang berubah, suasana hatinya, kebiasaannya, amaliahnya.
            “Aku ingin buat target setinggi mungkin aaah!” Ucap seseorang bertubuh mungil yang nampak sangat cantik ditudungi jibab berwarna pink.
            “Bagus-bagus..hebat ya kamu sekarang. Tau apa tentang target?” Responku sambil mengusap kepalanya lembut.
            “Fizhah gito! Banyak ka! Dari mulai harus meningkatkan tilawah, rajin tarawih, shalat dhuha tak terputus, menghafal Qur’an dan amalan baik lainnya” jawab adikku lantang sambil menyombongkan apa yang dia tau dari guru ngajinya itu.
            Namanya Hafizhah Putri Cowler, adik kecilku yang begituuuu aku sayang. Satu-satunya yang jadi kebahagiaanku, satu-satunya yang jadi sahabat saat aku butuh seorang sahabat, satu-satunya orang yang setiap harinya selalu ikhlas untuk untuk aku cubiti pipi gembulnya, abis.. gemas sih.
            “Pipi apa bakpao?” candaku padanya tiap kali menggembungkan pipinya saat sedang melamun atau sedang cemberut.
            Kami adalah adik kakak bersaudara yang tinggal di istana yang indah..istana dambaan setiap insan dunia. Berlantai dua dengan desain yang mewah, dilapisi pernak-pernik emas di penjuru tiap sudutnya.Ups maaf aku tidak bermaksud seperti apa yang ada di fikiran kalian. Dengan segala yang Mom Dad kami punya kami tinggal minta apa saja yang kami ingin dan *TING* jadilah, ya mirip seperti cerita Jin dan Jun.
            Aku sudah biasa hidup glamour dari dulu, sejak 18 tahun yang lalu tepatnya. Aku terpaut 9 tahun dengan adikku. Dari dulu kami selalu di sekolahkan di sekolah internasional terkenal dan yang paling mahal deh. Kan kita orkay dooong. Eh maaf keceplosan lagi.
            Namun...di balik semua itu...
            “Ka, liatin aku ngaji dong, beritahu aku kalau salah.. Kayak ka Yusuf guru di ngaji!” pinta keras adikku sambil memohon-mohon padaku.
            Ya, well sebagai kakak yang baik, aku pasti mau sekali mengabulkan permohonannya walau belum bisa memang.
“Bismillahirrahmanirrahim.. Alif la Mim JAlikal KAtabu LaloyBaFAHudalil Mutaqin AllaJi...”  bacanya dengan kekhasan suara anak kecil, cadel. Sepertinya Fizhah memang salah dalam membaca, tapi sayangnya aku tak tahu dimana kesalahannya.
“Ka..ini gimana sih bacanya aku salah ya bacanya?” tanyanya kebingungan padaku. Padahal aku sama bingungnya.
#TET#
            Alarm di telepon genggamku berdering sekali, cukup keras.
            “Aduh, maaf ya de. Aku ada acara di luar, ngajinya diterusin sama si bibi ya.” Kataku memohon maaf pada si gembul Fizhah.
            Ini alibi yang berkali-kali aku lakukan, sebenarnya aku berdusta. Sebenernya aku sama sekali tidak memiliki acara di luar, aku sengaja men set up alarm ku ketika Fizhah masuk kamarku dan sudah kutau ia mau minta diajari mengaji.Padahal.. Em. Aku yakin kalian sudah ngeh dengan apa yang aku bicarakan dan lakukan ini untuk apa.
            18 tahun aku hidup, belum sekalipun seorang TERESIA PUTRI COWLER, ya itu aku. Mengetahui seluk beluk islam, bahkan arti kata islam saja aku gagap menjelaskannya. Entah. Aku hanya mengikuti garis keturunan mom, berdarah Indonesia dan menjadi seorang muslim. Kenapa aku harus masuk islam? Padahal aku bisa masuk ke agama dad yang berketurunan Australia tepatnya, Kristiani.
            Aku tidak pernah diperkenalkan baik dengan agamaku oleh mom selama 18 tahun ini. Aku tidak tahu apa hakikat agama di hidupku. Aku hanya tahu kemewahan, harta dan bagaimana untuk merawat tubuh dan utamanya wajah! Untuk menjadi yang paling sempurna. Mom Dad kami sudah cerai dan latar belakangnya atas dasar perbedaan agama.
            Berbeda sekali aku dengan Fizhah, walau dia masih kecil dia sudah mau mengenal agama, bukan lewat sekolahnya atau perkenalan Mom, itu mustahil rasanya. Tapi dia sengaja ikut pengajian dekat perkampungan yang mana teman-temannya tidak selevel dengan Fizhah. Hebatnya dia tidak pernah menyombongkan apa-apa. Sangat berbeda bukan?
            Kembali lagi ke cerita alibi ku, karena aku bingung harus pergi kemana, jadinya aku memutuskan menelfon teman ku saja, namanya Jesica dan Angel, ya biasalah kebiasaan orang kaya ngapain. Gausah nanya lagi oke.
            Mereka beragama selain Islam, merekalah yang selalu aku tempuri dengan hal-hal yang aku ingin tahu, dan bagusnya mereka selalu menjawab apa yang aku tanya mengenai apapun yang aku ingin tahu. Dan kurasa aku pun sependapat atas apa yang mereka katakan, aku telah tahu betul mengenai agama satu itu. Namun Islam yang jadi agamaku? NOTHING.
            “Jessica, Angel kita ke Mall aja yuk? Ya naik mobil gue aja, baru dicuci tuh.” Ajakku pada mereka sambil memperlihatkan putih kinclongnya kendaraan pribadiku itu yang baru dicuci Pak Neno, supirku.
            “ Aseek! Traktir lagi ya Ter!Kan lo yang paling wuuuuuu jangan ditanya!” ucapnya kompak padaku.
            Aku pun hanya mencondongkan kepalaku ke sebelah kiri sambil bergaya centil, tanda mengiyakan.
            Mall sore ini tidak terlalu sesak, aku, Jessica dan Angel menjelajahi toko toko yang menjajakan barang mulai dari tas, sepatu, perhiasan. Dan mungkin juga mencari tempat untuk mengenyangkan perut. Kami harus naik ke lantai 3 menggunakan lift. Sampai di lift aku....
            “Bruaaaaak”
            Buku-buku berjatuhan, aku menabrak seorang lelaki muda yang membawa banyak buku. Tidak sengaja ini! Lantas.. Yang buat aku heran, ia bukannya marah, tapi ia hanya menatap ku lembut, seraya melemparkan senyumannya dalam 3 detik! Yap 1,2,3 ! Aaaaaa aku rasa terbuai oleh manisnya senyum manusia satu ini dan aku belum sempat meminta maaf karena dia langsung menundukan pandangannya padaku.
            Dengan segera sang lelaki itu pergi sambil mengucapkan “Maaf, permisi, Assalamualaikum”
                        Aku mencoba memanggil lelaki si penebar senyum manis itu untuk berbasa-basi meminta maaf tapi lelaki itu dengan cepatnya menghilang.
                        “Heh.. sadar heh..” kata Angel menyadarkan aku dari pelongoanku yg masih memikirkan bagaimana bisa secepat itu pergi.
                        “Gausah dipikirin, dia yg salah, orang ga penting, ayuk kita shopping lagi” Ucap
Jessica polos.
              Angel dan Jessica sudah berjalan cukup jauh di depanku, aku hanya masih melamun daaaaan tiba-tiba aku menemukan sebuah buku bersampul nuansa islam.
                        “Ini mungkin punyanya ya?Astaga berdosalah aku, sudah tidak meminta maaf, malah mengambil bukunya eh bukan mengambil sih menemukan. Ya tapi well, tau apa aku dengan dosa?” kataku sambil berjalan menuju ke dua temanku itu dan terpaksa memasukan acak buku itu ke tasku yang dipenuhi barang-barang khas cewe yang pastinya MAHAL.
            17.30
            *KRING*
            “Assalamualaikum, kakak dimana? Cepat pulang mom entar lagi pulang bawa pizza untuk berbuka.” Suara kecilnya keras di telefon ku.
            “Oiya Fiz, entar lagi nih abis ke Mall... ehhh Masjid Al InsanJ” jawabku berbohong padanya.
            “Alhamdulillah deh, yaudah hati-hati kak, Assalamualaikum” tutupnya di telepon.
            Aku ini apa sih, pintar sekali berdusta.
            “Heh guys lets to the go , return home!” Kataku ajak mereka.
            “Bentar keles, dikit lagi makannya. Makan dulu dong Ter!” Kata Angel melerai keinginan pulangku.
            Tanpa ingat bahwa hari ini adalah 1 Ramadhan  dan belum waktunya berbuka aku melahap makanan western itu tanpa berdosa. Ini bukan godaan, kan Syetan sudah terbelunggu di Neraka Jahannam.Khilaf ya khilaf.
18.30 - 1 Ramadhan
            #TOKTOKTOK#
            “Woy buka woy, denger ga woy!” Kataku keras menggedor pintu rumah.
            “Sebentar sebentaaaaar.” Terdengar suara yang nampak masih jauh dari pintu.
            TREK..
            “Eh kakak, waalaikumsalam.. dari mana aja nih? Sudah buka puasa?” tanya Fizhah.
            “Minggir-minggir kekenyangan nih. Mau tidur” jawabku sinis padanya.
            “Alhamdulillah dong, udah buka! Ka... sebentar lagi tarawih, ayo semangat hari pertama tarawih!” ajaknya semangat padaku.
            Tapi aku hanya diam tanpa menjawab ajakannya.
19.00-1 Ramadhan
                        Lipstik pink terang dengan bedak yang cukup tebal dan eye shadow tidak terlalu nampak begitu cantik menemani paras eloknya, ya itu mom ku dan Fizhah. Rasanya, kami Tak pernah merasakan kasih seorang ibu belakangan ini, tak ada waktu untuk kita, 1 detik sekalipun. Pulang-pergi-pergi-pulang ya itu kesehariannya belakangan ini, entah apa yg dia lakukan, aku dan Fizhah hanya mengelus dada. Mungkin kita gaada artinya ya Zhah di matanya. Pikiranku berkecamuk.
            “Mama pergi dulu ya Zhah, Ter!” Teriak wanita itu tanpa menghiraukan pintu depan yang berukuran kurang lebih 4m yang belum sempat ditutupnya.
            “DASAR!” Mulutku seenaknya berbicara dengan nada tinggi.
            “Hayo kaka.. sabar..Ramadhan loh” Ucap Fizhah menurunkan emosiku.
            “Hehehe. Biarin dong Zhah, udah buka puasa ini kan? Bebas dong” Mulutku seenaknya lagi bicara ngawur. (Sok sokan bicara buka puasa padahal sudah buka duluan sebelum waktunya {dipertegas lagi itu bukan godaan, karena syetan sudah terbelenggu. Khilaf ya khilaf.})
            “Hahaha kaka ini ada-ada saja..” tawanya jadi akhir di candaanku dengannya sore itu.
            Adzan isya berkumandang, panggilan teman-teman Fizhah jadi kebisingan di kala isya.Ya. istilahnya “nyamper”. Aku hanya memandang enyuh dari balik gorden jendela kamar ku di lantai dua. Kulihat Fizhah dengan busana muslim hijau keluar dari gerbang istana rumah kami yang cukup tinggi untuk anak seukurannya. Setelahnya pergi, aku segera menutup gordenku rapat-rapat.
10 Ramadhan – Malam hari
            Bintang bintang membentang teratur dalam barisan cakrawala langit, titah Tuhan nampak di tiap waktu berdetik, menjemu waktu tanpa sebuah ambang batas kepiluan. Kebahagiaan umat muslim di malam ini jadi penambah terangnya langit dalam persimpuhan pada kuasaNya yang begitu besar.
            ”Hai malam, kau sedang bahagiakah? Cahaya dari bintang-bintang yang berkelip itu seperti titik-titik yang membentuk ulasan senyum pada kulit malammu” kubuka pembicaraanku dengan sang malam.
            “Hai malam, senyummu mengingatkanku pada seseorang.” Lanjutku berbicara bersama sang malam.
            “Hai malam, aku baru ingat! Ya 8 hari lalu aku bertemu dengannya, aku tak sengaja menabrak bawaannya dan aku belum sempat minta maaf. Dosakah aku?”
            “Hai malam, aku pun baru ingat kembali, aku menemukan satu buku yang tertinggal dibawa olehnya karena terlalu banyak buku yg berserakan. Aduuuh”
            “Hai malam, bagaimana ya baiknya, haruskah aku mencari siapa lelaki penebar senyum manis itu? Pentingkah? Bukannya dia yg salah? Haruskah aku mengembalikan buku itu?”
            Sudah lima pernyataan yang dicampuri oleh pertanyaanku pada sang malam lantang kuajukan padanya. Tapi jawabnya hanya sederhana, bintang-bintang yang kupandangi itu terlihat semakin bercahaya “Oh dia setujuJ”. Bukan ilusi memang, benar dia mengisyaratkan jawabannya lewat cahaya bintang itu.
            “Terimakasih malam! Kau kuangkat jadi sahabatku mulai malam ini” teriaku cukup keras pada sang malam dan segera menutup jendela ku yang terbuka lebar.
            Buku itu seakan langsung jelas terlihat oleh pandangan sampingku, ya jadi apa boleh buat, aku coba melihat buku nya, hanya dilihat kok.
            “Kurang menarik sih ya” opiniku menunjuk ke sampul buku lelaki itu. Ya kau tau, hanya bersampul putih dengan editan bayang-bayang berbagai bentuk tempat ibadah terutama masjid yang lebih banyak memainkan bayangan di berbagai sudut sampul. Untukku agamaku dan Untukmu agamamu itu judulnya.
            “Yaa lumayan ada gambar dan colourfull, bisa lah dibaca-baca.” Pelan hatiku bicara sembari sesekali melihat acak isi buku dari halaman 1 ke 5 ke 9 ke 18 dst.
            “Ups, tapi, kalau lelaki itu mencari buku ini lantas dia otomatis tidak ikhlas kepada siapa yg mengambil dan membacanya, dosakah aku? Huh! Bodo amat” pikiranku berkeliaran kemana-mana.
            Buku itu tepatnya ada 150 lembar diawali oleh hakikat agama yang dikemukakan berbagai tokoh, lalu dilanjutkan dengan deskripsi macam-macam agama dunia dan terkhususnya Indonesia, lalu perbedaan masing-masing agama dan bab terakhir menceritakan indahnya agamaku. Katanya sih bab terakhir yang paling seru.
            “Bikin penasaran sih. Keren. Udah dulu deh sampe halaman 23, besok dilanjut. Bodo ah, dia cari juga! Udah milik gue ya!” kataku ngomong seuenak hatiku.
            Aku pun terlelap tanpa untaian doa sebelum tidur, juga tanpa air wudhu. Tidur begitu saja. Dasar aku ini.
            Sang malam memandangiku sembunyi lewat lubang-lubang ventilasi kamarku yang tidak berukuran besar, tapi itulah sang malam, terlalu luas tanpa batas sehingga bisa melihatku lewat mana saja, bahkan ventilasi yang sangat kecil sekalipun, ia memandangiku dengan senyum yang diulas semakin lebar. Terus dan terus tanpa henti, hingga fajar mengambil hak nya untuk membuka tabir pagi.
            Perpindahan antara malam dan pagi tiba sekitar pukul 3, dan ketahuilah di 1/3 malam terakhir itu orang-orang bertaqwa berjuang, tafakur di masjid, memuja muji asma Allah lewat puluhan tasbih, ratusan tahmid, ribuan takbir yang sampai menggema memenuhi ruang surga dalam dekapan hangatNya. Berjuang pula dalam tilawah berkali-kali lipat karena Allah membalas 1 huruf dengan 70 kebaikan. Indahnya kau Ramadhan:’)
20 Ramadhan – Waktu Sahur
            Selama 19 hari ramadhan berlangsung, selalu lah Fizhah yang jadi alarm pembangun ku untuk sahur. Mom? Tak usah diharapkan. Padahal, tahun lalu dan sebelumnya mom lah yang selalu bangunkan aku dan Fizhah untuk bangun, kami sahur bersama. Tapi, 1 tahun belakangan ini ketika mereka putuskan berpisah. Mom berubah drastis, dia orang lain sekarang. Jika aku punya 1000 jempol, akan kuberikan pada Fizhah semua, aku sangat bangga sekaligus malu memiliki adik yang begitu solehah. Aku bukan apa-apa, hanyalah seorang kakak yang banyak berdusta, khilaf tak berbatas dan memang bukan teladan baik.
            “Tiba juga di bab 4 buku si lelaki penebar senyum manis itu! Ini yang kutunggu-tunggu, yaaa berkat buku ini setidaknya aku tahu hakikat agama kini, agama adalah sesuatu  yg akan mengantarkanku pada surga atau neraka dan kini InsyaAllah aku sudah mantap dengan pilihan agama terbaikku. Islam, Islam, Islam pilihan terbaikku!” lantangku sampai menggema terus di hati.
22 Ramadhan – Malam hari
            “Buk”
            Kututup rapat-rapat buku itu. Selesai sudah 300 halaman dibaca olehku dan tersampaikan ke hatiku.
            “Ini hebat!! Karya terindah dan maknawi dari berbagai buku yang pernah aku baca” (Karena hanya membaca tabloid)
            Aku bergegas melihat kalender dan seketika menyesal setelah mengetahui bahwa hari ini adalah hari ke 22 Ramadhan.
            “Bodohnya aku tlah melewatkan 21 hari Ramadhan kemarin tanpa amaliyah satu pun, dan lagi puasa banyak tak tuntas yang bukan karena godaan syetan adanya, tapi khilaf. Astagfirullah Astagfirullah.” Sesal ku cukup lama, air mata penyesalan mulai jatuh secepat jatuhnya air dari hasil infiltrasi laut yang melewati dahan dan cepat jatuh ke bumi. Sesalku tiada guna, sesalku hanya pembuang waktu belaka. Air mataku semakin deras turun. Air mata penyesalan.
            “ka...kenapa ka..???” tanya Fizhah iba yang tak sengaja melihatku sedih sampai menitikan air mata.
            “Zhah.. Kapan aku bisa kaya kamu.. Kapan aku bisa jadi teladan buat kamu.. Kapan Zhah. 21 hari Ramadhan kemarin aku lewatkan begitu saja, tanpa amaliyah yang cukup” curahku pada Fizah masih sambil menangis.
            “Aku yakin Allah selalu melihat kebaikan kaka.. aku hanya seorang anak kecil tanpa bisa ka, jangan berlebihan. Malah kaka teladan banget buat aku, kaka baik, cantik, pintar merawat tubuh, aku bangga punya kaka seperti kaka.” Jawabnya bijak seraya ikut masuk ke limbung kesedihan bersamaku.
            Logiskah? Aku terpaut 9 tahun dengannya! Tapi.. nyatanya, cubit aku. SAKIT, ini memang nyata. USIA MEMANG BUKAN PENENTU KEDEWASAAN. Aku lebih kekanak-kanakan.
            “Yaudah gini aja, besok kan aku seperti biasa ke pengajian di dekat perkampungan sana, kaka ikut ya. Mumpung Ramadhan belum habis dan masih bisa menambah amal, disana ada kaka Yusuf yang suka mengajariku, ayo ka mau ya...” pintanya yg coba tuk melerai kesedihan yang gerogoti jiwaku.
            “Ya Zhah, makasih banyak. Aamiin semoga bisa menambah ibadah dan menggugurkan dosa-dosa yang menggunung miliku.”
23 Ramadhan – 15.30
            Aku dengan Fizhah diantar Pak Neno, supir kami, menuju ke tempat pengajian itu. Di perjalanan aku hanya memikirkan kesalahanku 22 hari lalu, begitu menyesal aku.
            “Alhamdulillah tiba juga ka.. ini tempatnya” kata Fizhah dengan raut senang.
            Tempat itu.. Bukan berupa tempat mewah yang dipenuhi cahaya glamour pernak-pernik perhiasan di berbagai pejurunya, tapi tempat itu dimewahi dengan cahaya amal-amal surga di tiap jejak, dinding dan atapnya.
            “Itu Ka Yusuf yang sering aku bicarakan ka.” Kata Fizhah menunjuk lelaki muda yang disapa ka Yusuf oleh anak-anak didiknya.
            Lidahku mati. Bibirku pucat seketika. Raga ini rasanya tak bisa bergerak. Pikiran ini berkecamuk. Itu dia! Seseorang yang pernah aku tabrak! Seseorang yang belum maemaafkan kesalahanku. Itu! Seseorang yang punya senyum manis! Dan yang pasti dia Seseorang yang memiliki buku itu! Buku yang buat aku sadar.
            “Aku banyak menaruh kesalahan padanya” ucapku pelan sambil menunduk.
            “Ayo ka masuk. Assalamualaikum” Ajak Fizah yg menarik tanganku lalu masuk ke masjid itu sembari mengucapkan salam, aku pun ikutan berkata salam.
            “Ass..assalam..mualaikum” salamku gagap rasanya.
            “Waalaikumsalam.. Fizhah dateng nya ga telat lagi nih. Itu siapa Zhah?” Katanya lembut sambil menunjuk sopan padaku.
            “Ak..aku kakanya Fizhah dan sekaligus ingin mengaku sebagai orang yang punya banyak kesalahan ke kamu, aku orang yg waktu itu nabrak kamu di lift pas di mall, ga sengaja loh, dan dan aku menemukan buku ini, ini punyamu kan?” Jawabku jujur sambil memperlihatkan buku itu , apa boleh buat.
            Dia diam tanpa kata,. Sembari melemparkan senyumnya, dan hampir buat aku pingsan. Untung hanya 3 detik. 1 2 3 ! Yap, Selesai. Fizhah hanya melongo, pipinya lagi-lagi tak terkontrol, menggembung menyerupai balon sekarang.
            “Ini yang telah lama ana cari.. Terimakasih ya, antum baik sekali. Ayo kita langsung mengaji saja” Katanya melegakan suasana, namun aku masih tak lega.
            “Seharusnya kamu memarahiku dong! Buat agar aku bersalah gitu. Huaaaaa pokoknya ampuni aku ya! Huaaaaa” balasku dengan nada tinggi padanya.
            “Sssst ini masjid. Sudah-sudah mau mengaji kan?” tanyanya mengakhiri ke bisingan ku.
            Aku menganggukan kepala tanda setuju.
                        Subhanallah. Mulia sekali hatinya.  Malaikatkah seseorang yg bernama Yusuf ini Ya Allah? Ramadhan memang benar-benar jadi ajang gali amal untuknya, tanpa setitik wajah sinis, tanpa emosi dia mengakhiri kebisingan pembicaraan ku dengannya. Terimakasih. Tanpa bukumu...
            Hati yang masih ingin berbicara ini seketika diberhentikan oleh celetukan Fizah yang membuat pipiku semakin merona merah.
            “Ka, emang kakak kapan ke mall? Bukannya kaka waktu itu bilangnya ke masjid Al Insani ya?” Tanya Fizah yang memastikan sambil masih nampak melongo dengan pipi yang masih menyerupai balon itu.
            Aku hanya tersenyum simpul seraya mengelus pelan kepala Fizah agar melupakan kedustaan ku waktu itu. Bukan godaan tapi khilaf~ hehehe.
MAAF INI GAJE
TERINSPIRASI DARI TAUBAT SESORANG DI BULAN PUASA HEHE


Tidak ada komentar: