Senja
mengulas senyum di lembayung kuningnya. Menambah metamorfosa keindahan kala
itu, tapi merusak kornea insan yang memandang. Semakin kuning di perapian
langit cakrawala. Membentang indah di atas ku yang sedang terdiam kala itu.
Ilmu yang dipelajari di dunia tidak
bisa aku mengerti apa itu. Hidupku
kurang berarti bagi sebagian insan. Tumbuh, berkembang, menua, lalu mati.
Bahkan banyak sejenis ku yang hidup di dunia lebih cepat dari masa seharusnya.
Entah karena ulah pelik manusia atau tak sempurnanya fotosintesis.
Masaku sedang tumbuh kini,
mengarungi sepak terjang hidup dengan kekuatan berpijak. Menguatkan rambahan
tanah. Tak pernah ada insan yang perdulikan aku selain gadis satu itu, polos
dengan rasa peduli yang tinggi.
Sepi, hening, kosong tak pernah aku
temui kala malam tiba, semalam suntuk jalanan di hadapanku seakan ikut bicara
muak terhadap apa yang mereka lakukan. Merusak. Hanya merusak ahlinya!
“Heh broooo ayo kita minum lagi,
sayang nih 1 botol lagi”
“Ayooo bro, siapa
takut...hahaha...hidup di dunia bahagia sekali...”
Obrolan yang muak tuk aku dengar,
manusia yang sepanjang jalan berbatas, berjalan tersengkol-sengkol dengan
ramuan indah di matanya. Sayang, tak ada artinya diri ini, tak bisa mengingatkan,
menasihati dan membawa jalan nya sedikit lebih lurus.
“Party meeeeeeen, jep ajep ajep ajep
ajep....”
Mobil menderu cukup kencang di
hadapanku malam itu juga, dibawa oleh manusia-manusia yang sama-sama merasakan
dunianya bahagia dengan sesuatu yang bukan jalan kebahagiaan sebenarnya, sayang
rasanya untuk disia-siakan, sungguh hanya waktu yang akan menyimpan memoria
buruknya masa lalu mereka.
“aaaaaaaaaa... tolong.....”
“DIAM KAMU!!!”
“aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa,
jangan nodai aku! Mimpi burukkah aku!!!”
“YAP, SELAMAT DATANG DI MIMPI
BURUKMU”
----!@$@%#^#&$&*%(^()&_)&_*+*+)----
“SELAMAT TINGGAL WANITA MURAHAN!”
“Berengsek, Bangsat! Manusia tak
tahu malu....huhuhu”
Tangisan itu pun sering aku dengar
di tengah malam, manusia tanpa etika yang menjamahi seseorang seenaknya. Nafsu
di fikiran mesumnya. Tanpa berpikir jauh, mengikuti nafsunya berkata. Si korban
tak bisa bertindak, ya, karena lemah. Hanya tersungkur dan mengumpat sesekali
berteriak saat adegan tak pantas itu aku lihat. Andai aku dapat halangi aksi
busuk itu dengan ragaku, kutonjok keras sang manusia nafsu.
“Kamu sayang aku kan?”
“Iya sayang.. aku sayang banget sama
kamu”
“Bener?berarti mau aku apain aja
ya?”
“iya sayang, bebas deh buat kamu.
Kan hidupku Cuma buat kamu seorang”
*SENSOR*
“Makasih ya sayang, aku sayang
banget sama kamu...”
Yang ini juga.. tak kalah ramai
menghiasi malam penuh dosa. Sepasang remaja memadu kasih di sepoi-sepoi angin
berhembus, menyeret pemuda-pemudi ini ke lubang yang sama, lubang penyesalan
yang nantinya baru disadari. Adegan itu nyaris sempurna aku lihat dibawah
gulita malam di seberang sana. Bibir yang saling berlabuh atas dasar cinta
monyet. Muak aku melihat kenyataan yang sama kala malam tiba.
“Sssssssssssssssssssssssssssssssssss”
“Aaaah..nikmat!”
Wajah tanpa dosanya ingin aku cakar dengan
raga ini, sayangnya ragaku mati tidak hidup seperti halnya mereka. Bebauan air
seni membeceki tanah dimana aku berpijak dan aku hanya bisa terus mengamuk pada
nya lewat nurani kecilku, berharap pula agar etika buang air seni nya dapat
berubah, tidak seperti hewan!
“Dunia penuh dosa” Kuakhiri
menceritakan kejadian malam penuh dosa yang kusaksikan jelas ini diantara
dinginnya malam yang menggerogoti relung jiwaku.
Berkembanglah aku saat pagi cerah
tiba, mentarinya menyilaukan cahaya pagi seraya sedikit demi sedikit meninggi
menjadi panas yang sangat berarti. Membuat makin sempurna reaksi itu untuk
keberlangsungan hidupku, dengan bantuan hidrogen, oksigen, zat amilum tentunya.
Aku seakan bangun dari mimpi buruk
malam-malam yang penuh dosa, padahal benar-benar sebuah kenyataan tiap malam
yang terjadi, berevolusi makin buruk saja tingkah manusia malam, penuh ironi
dan pandangan hina di mataku.
“Halo temanku... selamat pagi ya!
Semoga kamu segar pagi ini...” sambil disiramnya aku dengan penuh kepedulian
tinggi, si nona yang begitu baik merawatku.
Aku hanya manggut-manggut sesekali
membuatnya geli dengan menggugurkan helaian hijauku yang penuh manfaat.
Nona namanya, anak tunggal di
keluarga yang senantiasa merawatku di rumah indahnya. Nona beruntung, ayahnya
TNI dan ibunya pegawai bank, begitu beruntung jika orang melihatnya dari
kehidupan duniawai. Tapi nuraninya selalu berkata tidak. Tidak beruntungnya dia
karena setiap harinya ditemani ocehan ayah dan ibunya, berselisih tanpa sebab
dan arah jelas.
Saat nuraninya luruh tanpa dekapan
ayah ibunya, ia hanya mencurahkan semuanya padaku, menangislah dia lalu memeluk
raga ku yang cukup lebar dan berkerut-kerut karena sedikit demi sedikit sudah menua
aku.
“Tuhan mengapa orang baik sepertinya
diuji dengan ujian berat seperti itu, sedangkan orang yang berlaku buruk di
dunia seakan bahagia menjalani hidup, mengapa tidak adil Tuhan!” pengaduanku
pada sang kuasa.
Waktu malam tiba lagi, aksi-aksi
manusia berlumur dosa kan ku jelas lihat lagi. Tanpa ada surau-surau penanda
revolusi malam kan hidup perbaiki alur cerita ini. Penyaksian ku terhadap
kehidupan manusia berdosa kan makin banyak tersimpan di memoria pikiran ini.
Kendaraan beroda empat itu dari
kejauhan seperti pembalap, cepat, sangat cepat. Seakan kehilangan kendali di
standar melaju 40 km/jam. Wajahnya terlihat begitu panik mengatasi mobilnya di
arena di jalanan sebelah timur.
Derap langkah bocah itu menemani
cepatnya mobil itu melaju, titik titik air matanya semakin mengenyuhkan hatiku
saat...
*Debuuuuuuuugggggggg*
Mobil berwarna abu perak menabrak
bocah malang itu, bocah yang menyisakan air mata kesedihan di ujung irama detak
jantungnya berdetak. Entah bagaimana, setelah mobil menabrak, laju cepatnya
dapat berhenti seketika. Sang pengendara berucap syukur dan sekaligus panik
melihat korban yang ditabraknya.
“Mati! Dia mati, tidak terasa urat
nadinya. GAWAAAT!” Sang pelaju itu semakin panik dan mengambil jalan terbaik.
“Aku harus lari, secepat mungkin!”
dibawanya mobil itu untuk lari dari kesalahannya yang begitu besar. Memang
tidak ada yang pantas disalahkan, namun setidaknya ia harus bertanggung jawab.
Dia sama saja, seperti halnya manusia di malam lain, berdosa.. lagi lagi
berdosa.
Setelah kejadian tabrak lari itu,
aku yang jadi saksi bisu menangis sejadi-jadinya, ternyata korban tabrak lari
itu satu-satunya insan yang sangat baik padaku. “Nona... Maafkan aku, aku hanya
pecundang.”
Terakhir kali dia mencurahkan isi
hatinya padaku mengenai kata ‘PERPISAHAN’ yang akan berlangsung, orang tuanya
akan cerai. Mungkin dia tidak ingin melihat kenyataan hampa hidupnya itu, jadi
dia memutuskan untuk pergi dari rumah, tapi berbeda kejadiannya, tambah
menderita nya lagi lah dirinya, jadi korban tabrak lari.
“Nonaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!
Jangan tinggalkan kami nak, kami akan memperbaiki hubungan ini tapi kamu harus
bangun lagi nak...”
“Ayah akan bersatu lagi dengan ibu
nak”
“Maafkan kami...”
Ayah ibu Nona histeris melihat
anaknya berlumuran darah merah yang begitu banyak, mereka hanya bisa menyesal
akan hidup anaknya yang telah kian lama berbuat baik padaku.
“Semoga dia masuk syurga” ucapku
mengakhiri cerita tabrak lari itu.
Penyesalan..Barulah kan tiba di
akhir, Ironi jika diketahui manusia lain dan absurd sekali rasanya tingkah manusia.
“Grek..Grek..Grek...”
Beberapa hari setelah kejadian tabrak
lari malam itu, aku dihempaskan dalam beberapa detik oleh suatu mesin
penghancur oleh ulah yang sama, ayah dan ibu Nona. Aku tau mereka tidak ikhlas
hidupnya aku di halaman mereka, ini berkat kemauan nona yang besar merawat
sebuah flora, dan terbukti selama hidupnya ia merawatku dengan baik dan setia.
Matilah aku dalam masa yang sempurna
tumbuh-berkembang-menua-mati, begitu sempurna hidupku. Bisa menyaksikan banyak
keabsurdan manusia yang tak punya etika, hati dan rasa, semua dibuai nafsu
belaka. Hanya guguran daunku yang terhempas, yang bisa jadi saksi tuk kisahkan semua
cerita manusia penuh dosa.
Ini hanya jejak kisahku...
Kisah yang terhempas
Terhempas mesin penghancur
Oleh manusia perusak
Ini hanya jejak kisahku...
Yang kan jadi saksi
Saksi bisu yang dapat bicara
Di akhirat nanti
Wahai Manusia...
Lakukan hal yang berguna
Ilmu bukan segalannya
Tapi etika yang utama
Rubahlah perilaku buruk kalian
Tinggalkan keabrsurdan tingkah kalian
-POHON JATI YANG TLAH TERHEMPAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar