Penjentawahan
sebuah alur kehidupan setiap individu tidak selalu bisa diartikan oleh individu
lain. Mungkin hanya hati suci yang bisa mengartikan makna tersirat kehidupan
individu lain. Sebenarnya, dalam hidup ini bukan seberapa banyak kita
mengetahui seluk beluk kehidupan orang lain tanpa bisa memberi solusi, namun
seberapa besar kebijaksanaan diri kita untuk bisa memahami kehidupan orang lain
dan berusaha membantunya memecahkan persoalan hidup itu.
---
Rozer Mangandau, seorang lelaki
berbadan besar dan tegap menyusuri jalan kumuh di pasar Minggu kala itu,
diikuti oleh dua lelaki lain yang biasa disebut ‘para anak buahnya’, Alex dan Shal.
Dengan ototnya yang cukup banyak membuat takut orang, ketiganya masih terus
berjalan, sambil sesekali berhenti di tempat para penjual yang sedang
berjualan.
“Setor!”gebrak
Rozer pada penjual sayur yang ditagihnya.
“Euh..euh...maaf
bang, sepi.”jawab penjual sayur itu sambil sesekali menelan ludah dan menunduk
ketakutan.
“Sepi
sepi, gua gamau tau, setor ya setor, jualan lo sepi ya tetep setor!!!”Rozer
menjawab dengan nada yang naik.
“Mending
ambil aja langsung uangnya bang, coba gua geledah ya bang”timpal anak buahnya
sambil menggeledah laci penjual sayur itu.
“Ide
bagus Lex, para penjual ini..gatau diri rasanya, bisa nempatin lahan tapi gamau
bayar sama kita tepat waktu.”Rozer bicara lagi dengan nada yang tak kalah
surau.
“Aha...ada
nih bang, lo bilang gaada uang hah..ini apa?DAUN???”Alex menemukan uang
bernominal Rp 100.000 dan Rp 50.000 di laci penjual sayur tersebut.
“Thanks!tanggal
17 nanti jangan lupa lagi ya setor PEMBOHONG!”Rozer dan kedua anak buahnya
meninggalkan kios sayur kecil-kecilan tersebut dengan gebrakan kerasnya lagi.
“Bang,
jangan bang...itu uang buat anak saya sekolah. Bang......” Namun, suara iba
dari sang bapak penjual sayur itu hanya menjadi sebuah perkataan yang masuk
telinga kanan dan keluar telinga kiri bagi ketiga preman pasar tersebut.
---
“Lex,
Shal..berapa pendapatan kita bulan ini?” Tanya Rozer pada anak buahnya di basecamp mereka.
“Turun
bang, Cuma 5cepe.”kata Shal selaku penyimpan uang sekaligus penghitungnya.
“Yaelah,
oprasi lagi deh gentarkan. Shal di alun-alun ya, gua di angkutan umum, elo Lex
di jalan graha ya”Rozer membagi-bagi rencana untuk melaksanakan pekerjaan lain
mereka.
“Nyopet
bang?gua takut bang, preman kenalan gue juga kemarin nyopet ketauan, digebukin
dah.”Jawab Alex dengan ekspresi muram.
“Lo
udah kaya banci aja sih. Itu tuh ketauan gara-gara ga punya strategi, kita
harus pinter aja cari strategi, iye ga shal?”
“Setuju
bang, ayo dong berangkat”Shal mengiyakan sekaligus bersiap-siap untuk pergi ke
tkp.
“Yo
yo cepet yo, sukses ya.”Rozer dan Alex pun mengikuti langkah Shal untuk pergi
ke tempat bertugasnya masing-masing.
---
“Saya
sekiankan saja mentoring kali ini, semoga pertemuan kita bisa menjadi salah
satu pemberat amal kelak di akhirat, Wabilahitaufik wal hidayah
wassalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh.”Ustadzah Yuni mengakhiri mentoring
dengan ketiga remaja solehah berparas bidadari tersebut.
Ketiganya
menyalami ustadzah Yuni, dan pulang masing-masing. Sisi dengan motornya
sedangkan Cita dan Swari menggunakan
jasa angkutan umum.
“Saya
pulang duluan ya Cit, Ri..Assalamualaikum” Pamit Sisi pada keduanya.
Cita
dan Swari membalas pamitan sisi dengan salam juga “Iya Si...Waalaikumsalam,
hati-hati ya Si...”
Persimpangan
jalan Graha cukup ramai sore itu, dengan pemandangan asri . Banyak tertanam
pepohonan berbatang besar dan berbuah lebat, menambah cantik keindahan jalan
tersebut.
“Rame
nih, santapan nikmat, cari korban yang pas”Bisik Alex sambil menguntai senyum
picik.
Seorang
ibu hamil berjalan di depan Alex, dompet berwarna hitam yang berada di tas
kecilnya tersebut tidak tertutup resletingnya, akhirnya dapatlah korban pertama
yang menjadi santapan nikmat Alex.
“Duh,
teledor banget tu ibu ibu. Cari korban lagi”Alex berkata pelan sambil berjalan
cepat meninggalkan ibu hamil tersebut.
Kendaraan beroda dua yang masih fresh suara mesinnya karena selesai servis tersebut menyusuri jalan Graha, seseorang yang
menumpangi kendaraan tersebut mengendarai sambil memegang telepon genggamnya
yang sudah cukup modern. Pengendara tersebut sempat berhenti di tengah
perjalanannya yang tidak dilalui banyak orang untuk sekedar menggeser posisi
duduknya.
“Berikan
HP dan segala hartamu!”Alex menyekap wanita tersebut dari belakang dan
menurunkannya.
Wanita
tersebut kaget dan hanya berusaha menolak penyekapan tersebut.
“Cantik
juga lo, beruntung banget gua. Ayo ikut gua.”
“Lepasin
saya........!!!Jangan coba-coba ambil harga diri saya!!!”
Tragedi
di jalan Graha pun berakhir, Alex yang menjadi pelaku pencopetan sekaligus
perbuatan tidak senonoh bergegas pergi meninggalkan wanita yang diambil
hartanya serta dicabik-cabik harga dirinya.
---
“Bang
gua dapet banyak!”Alex menyetorkan barang-barang hasil pencopetannya.
“Gua
cuma dapet emas dikit bang, alun-alun sepi” Shal menimpal.
“Gua
gadapet malah. Di angkot yang gua naikin tadi cuma ada 2 anak remaja gitu dan
lo pada tau ga?itu dua duanya temen anak gua, jadi gua cuma nunduk, gua gapengen
mereka jadi korban copet gua, kasian anak gua entar”Rozer bercerita sambil sesekali
mengingat anaknya yang baru tadi siang pamit pergi dengan mengendarai motor
yang juga hasil rampok ayahnya tersebut.
“Thanks
buat hari ini, sekarang pulang lo pada. Besok harus ada gebrakan baru buat
bikin kita tambah sejahtera” ketiga preman tersebut meninggalkan basecamp mereka.
---
Rozer
tiba di rumah sederhananya, ia hidup bersama istri tercintanya dan anaknya yang
sudah menjadi seorang gadis dewasa, Sisi namanya.
“Bu,
bapak pulang bu...”Rozer memasuki rumah tanpa salam dan langsung mencari wujud
istrinya.
“Salam
toh pak biar berkah...Waalaikumsalam,
ini kopi hangat pak”Jawab wanita tersebut sambil menyerahkan segelas kopi pada
suaminya yang ia tahu kelelahan sehabis bekerja.
“Capek
nih bu, pijitin dong. Eh mana Sisi ya?”Rozer mengistirahatkan tubuhnya di kursi
sofa sambil mencari wujud anak sematawayangnya.
“Di
kamar pak, gatau dari tadi ga keluar kamar terus. Ga mau makan...coba deh sama
bapak, mungkin mau”Saran istrinya pada Rozer.
“Iya
deh bu, mau pijet dulu”
---
Semalaman Sisi mendekap di sudut
kamar, air matanya berlinang tak karuan, akalnya tak jelas berpikir dan pasti
kembali mengingat aksi sang lelaki pencopet yang menodai dirinya sore tadi.
Sisi frustasi dan tak tahu arah kehidupannya kini, hanya Tuhan yang Sisi
jadikan tempat menumpahkan kekesalan dan kebodohannya. Semalaman itu juga dia
menghabiskan tisu untuk jadi saksi air matanya dalam menyesali tragedi sore
tadi di jalan Graha, status nya sudah dapat dipastikan berbadan dua, karena
dirinya sudah mentestpack dan
hasilnya possitive hamil.Malam itu
jadi malam paling panjang dan berat yang dilalui Sisi, dirinya tak sanggup
untuk menjalani hidup lagi. Mengingat materi mentoring dengan Ustadzah Yuni
tentang ‘berbaik sangka’ memutar balikan otak Sisi untuk berkata ‘Jika bergini peristiwanya, haruskan kita tetap
berbaik sangka?’
---
Pagi harinya, Rozer dan istrinya
berusaha menggebrak kamar Sisi, dan ternyata di kamar tersebut hanya didapati
manusia yang sudah terbujur kaku dengan pembuluh darah di tangan yang disayat
habis oleh silet.
“SISIIIIIIIIIIII!!!”
Rozer dan istrinya tidak bisa menutup mata akan kenyataan yang terjadi, anak
sematawayangnya yang dikenal keduanya sebagai anak pintar, cerdas, bijak dan
solehah tersebut harus mengakhiri hidupnya dengan perbuatan yang dilaknat
Allah, Sisi BUNUH DIRI.
7 hari sepeninggal Sisi, semua orang
masih dihadapkan dengan pertanyaan yang sama ‘Apa penyebab dia bunuh diri?’,
ibunya yakni istri Rozer yang sudah mengetahui bahwa sisi hamil dari hasil testpack nya hanya bisa menyulutkan
hatinya yang rapuh dengan munajat permintaan maaf pada Allah. Rozer yang mengetahui
juga sebab Sisi bunuh diri akibat hamil terus dan terus menumpahkan
kekesalannya dengan berteriak keras, sambil menggebrak juga membuat seisi
rumahnya pecah. Dia tak habis pikir kepada anak semata wayangnya yang begitu
bodoh bisa sampai hamil. Rozer berjanji untuk membunuh juga pelaku yang membuat
anaknya sampai mengakhiri hidupnya dengan menyayat pembuluh darahnya.
---
“Kita
turut berduka ya bang” Ucap Alex dan Shal saat sebelum mengikuti tahlilan tepat
di 100 hari kepeninggalan Sisi.
“Gua
kayaknya pensiun deh jadi preman, gua nyesel kayaknya ini salah satu pembuka
hidayah gua. Allah laknat gua dengan cara seperti ini. Maafin bapak ya Si...”
Kata Rozer sambil memeluk foto bingkai anak sematawayangnya yang semasa hidup
dikenal dengan sosok yang sholehah.
“Gua
liat fotonya dong bang” Alex mengambil foto tersebut dari pelukan Rozer.
Sesaat setelah melihat foto
tersebut, pikiran Alex kembali ke sore itu di jalan Graha. Bulu kuduknya
berdiri dan menggetarkan tangannya yang sedang memegang foto bingkai sisi.
“B...bang,
i...i...ini beneran foto anak l..ooo, ja..di ii...nii Sisi?” Alex bertanya
dengan gagap, wajahnya berubah menjadi pucat pasi.
“Iya”
jawab singkat Rozer yang masih dilanda kedukaan mendalam.
---
Jawaban singkat Rozer masih
terbersit dan menaungi pikiran Alex hari demi hari, dirinya sudah tidak bisa
menyimpan rahasia itu untuk lebih lama lagi, dirinya menyesal kalau saja tau
itu anak Bang Rozer, pasti tak akan dia jadikan sebagai korban. Alex sudah tak
kuat lagi untuk menjalani hidup, karena hidupnya terus dibayang-bayangi oleh
tragedi jalan Graha kala itu. Ia pun membolak-balikan pikirannya dengan
pertanyaan yang sama ‘Sesungguhnya
siapakah yang salah?Itu pun atas perintah ayahnya, Rozer, dia lah pembunuh
sebenarnya anaknya, saya hanya mengikuti perintahnya. Apa yang harus saya
lakukan?!!!!!’
Wujud
Alex sudah tidak pernah menyapa Rozer dan Shal lagi, sejak Sisi bunuh diri dan
Rozer memutuskan untuk bertaubat, ketiganya menjadi terpisahkan.
---
Telepon genggam di meja osin keluaran Cina tersebut bergetar, menunjukan
adanya telepon. Tiga kali getaran itu tak tergubris. Orang di ujung telepon
tersebut akhirnya memutuskan untuk memberikan pesan suara di kali ke empat
panggilannya. Tak disangka kali keempat getaran tersebut, seorang wanita
mengangkat dan mendengarkan pesan suara tersebut.
‘Bang
Rozer, ini gua Shal, sekarang gua di Jakarta, gua kerja di pabrik otomotif,
gimana kabar lo?sejak Sisi meninggal gara-gara bunuh diri 4 tahun lalu, gua
baru dapet kabar setahun setelahnya. Alex juga bunuh diri. Lo jangan marah ya,
sebelumnya dia cerita, bahwa dia didatengin mulu sama Sisi, ada pesen dari Alex
bang, dia minta maaf sama lo, dia takut ketemu lo untuk bilang bahwa sebenernya
dialah pelaku pemerkosa Sisi. Sekarang Alex udah gaada bang. Maafin dia ya
bang.’
Wanita yang mendengarkan pesan suara
tersebut menjatuhkan telepon genggamnya. Dia berjalan menuju dapur rumahnya
dengan gemetar seluruh tubuh. Tanpa aba-aba dia mengambil sebilah pisau. Darah
mengalir dari perut sang wanita, pisau jadi saksi kematiannya. Wanita tersebut
bunuh diri.
“Assalamualaikum,
bu bapak pulang bu...”Rozer mengucap salam dan bergegas memasuki rumahnya untuk
mencari istri tercintanya. Ketika Rozer masuk dapur, dirinya hanya bisa
menatap sesuatu yang tak terduga di
depan kedua bola matanya.
“SINTAAAAAAAA!!!!”
Rozer
segera menutupkan mata jasad istrinya sambil berucap ‘Inalillahi Wa Inna
illaihi rojiun...’
4
tahun sepeninggal Sisi, kini Rozer alih profesi sekaligus tabiat, dia
benar-benar memulai dari 0 kehidupannya. Kasus kedua di rumahnya tersebut yang
sama-sama atas dasar pembunuhan diri menjadikan dirinya mengerti akan kehidupan
yang tak abadi. Dia mengerti bahwa hidup ini bukan mengikuti takdir, tapi harus
merubah diri untuk bisa menjadi lebih baik.
“Turut
berduka Ustadz...Semoga anda bisa bersabar dan juga kuat atas segala rintangan
hidup yang terjadi.” Ucap orang-orang di sekitarnya silih berganti menutup
cerita kusamnya yang belum terselesaikan. Walau Rozer Ikhlas atas segala cobaan
hidup yang ada, hati kecilnya dalam detik demi detik selalu bertanya ‘Sebenarnya siapa dalang dibalik semua kasus
ini?’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar