Minggu, 31 Mei 2015

TRAGEDI JALAN GRAHA

Penjentawahan sebuah alur kehidupan setiap individu tidak selalu bisa diartikan oleh individu lain. Mungkin hanya hati suci yang bisa mengartikan makna tersirat kehidupan individu lain. Sebenarnya, dalam hidup ini bukan seberapa banyak kita mengetahui seluk beluk kehidupan orang lain tanpa bisa memberi solusi, namun seberapa besar kebijaksanaan diri kita untuk bisa memahami kehidupan orang lain dan berusaha membantunya memecahkan persoalan hidup itu.
---
            Rozer Mangandau, seorang lelaki berbadan besar dan tegap menyusuri jalan kumuh di pasar Minggu kala itu, diikuti oleh dua lelaki lain yang biasa disebut ‘para anak buahnya’, Alex dan Shal. Dengan ototnya yang cukup banyak membuat takut orang, ketiganya masih terus berjalan, sambil sesekali berhenti di tempat para penjual yang sedang berjualan.
“Setor!”gebrak Rozer pada penjual sayur yang ditagihnya.
“Euh..euh...maaf bang, sepi.”jawab penjual sayur itu sambil sesekali menelan ludah dan menunduk ketakutan.
“Sepi sepi, gua gamau tau, setor ya setor, jualan lo sepi ya tetep setor!!!”Rozer menjawab dengan nada yang naik.
“Mending ambil aja langsung uangnya bang, coba gua geledah ya bang”timpal anak buahnya sambil menggeledah laci penjual sayur itu.
“Ide bagus Lex, para penjual ini..gatau diri rasanya, bisa nempatin lahan tapi gamau bayar sama kita tepat waktu.”Rozer bicara lagi dengan nada yang tak kalah surau.
“Aha...ada nih bang, lo bilang gaada uang hah..ini apa?DAUN???”Alex menemukan uang bernominal Rp 100.000 dan Rp 50.000 di laci penjual sayur tersebut.
“Thanks!tanggal 17 nanti jangan lupa lagi ya setor PEMBOHONG!”Rozer dan kedua anak buahnya meninggalkan kios sayur kecil-kecilan tersebut dengan gebrakan kerasnya lagi.
“Bang, jangan bang...itu uang buat anak saya sekolah. Bang......” Namun, suara iba dari sang bapak penjual sayur itu hanya menjadi sebuah perkataan yang masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri bagi ketiga preman pasar tersebut.
---
“Lex, Shal..berapa pendapatan kita bulan ini?” Tanya Rozer pada anak buahnya di basecamp mereka.
“Turun bang, Cuma 5cepe.”kata Shal selaku penyimpan uang sekaligus penghitungnya.
“Yaelah, oprasi lagi deh gentarkan. Shal di alun-alun ya, gua di angkutan umum, elo Lex di jalan graha ya”Rozer membagi-bagi rencana untuk melaksanakan pekerjaan lain mereka.
“Nyopet bang?gua takut bang, preman kenalan gue juga kemarin nyopet ketauan, digebukin dah.”Jawab Alex dengan ekspresi muram.
“Lo udah kaya banci aja sih. Itu tuh ketauan gara-gara ga punya strategi, kita harus pinter aja cari strategi, iye ga shal?”
“Setuju bang, ayo dong berangkat”Shal mengiyakan sekaligus bersiap-siap untuk pergi ke tkp.
“Yo yo cepet yo, sukses ya.”Rozer dan Alex pun mengikuti langkah Shal untuk pergi ke tempat bertugasnya masing-masing.
---
“Saya sekiankan saja mentoring kali ini, semoga pertemuan kita bisa menjadi salah satu pemberat amal kelak di akhirat, Wabilahitaufik wal hidayah wassalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh.”Ustadzah Yuni mengakhiri mentoring dengan ketiga remaja solehah berparas bidadari tersebut.
Ketiganya menyalami ustadzah Yuni, dan pulang masing-masing. Sisi dengan motornya sedangkan Cita dan  Swari menggunakan jasa angkutan umum.
“Saya pulang duluan ya Cit, Ri..Assalamualaikum” Pamit Sisi pada keduanya.
Cita dan Swari membalas pamitan sisi dengan salam juga “Iya Si...Waalaikumsalam, hati-hati ya Si...”
Persimpangan jalan Graha cukup ramai sore itu, dengan pemandangan asri . Banyak tertanam pepohonan berbatang besar dan berbuah lebat, menambah cantik keindahan jalan tersebut.
“Rame nih, santapan nikmat, cari korban yang pas”Bisik Alex sambil menguntai senyum picik.
Seorang ibu hamil berjalan di depan Alex, dompet berwarna hitam yang berada di tas kecilnya tersebut tidak tertutup resletingnya, akhirnya dapatlah korban pertama yang menjadi santapan nikmat Alex.
“Duh, teledor banget tu ibu ibu. Cari korban lagi”Alex berkata pelan sambil berjalan cepat meninggalkan ibu hamil tersebut.
            Kendaraan beroda dua yang masih fresh suara mesinnya karena selesai servis tersebut menyusuri jalan Graha, seseorang yang menumpangi kendaraan tersebut mengendarai sambil memegang telepon genggamnya yang sudah cukup modern. Pengendara tersebut sempat berhenti di tengah perjalanannya yang tidak dilalui banyak orang untuk sekedar menggeser posisi duduknya.
“Berikan HP dan segala hartamu!”Alex menyekap wanita tersebut dari belakang dan menurunkannya.
Wanita tersebut kaget dan hanya berusaha menolak penyekapan tersebut.
“Cantik juga lo, beruntung banget gua. Ayo ikut gua.”
“Lepasin saya........!!!Jangan coba-coba ambil harga diri saya!!!”
Tragedi di jalan Graha pun berakhir, Alex yang menjadi pelaku pencopetan sekaligus perbuatan tidak senonoh bergegas pergi meninggalkan wanita yang diambil hartanya serta dicabik-cabik harga dirinya.
---
“Bang gua dapet banyak!”Alex menyetorkan barang-barang hasil pencopetannya.
“Gua cuma dapet emas dikit bang, alun-alun sepi” Shal menimpal.
“Gua gadapet malah. Di angkot yang gua naikin tadi cuma ada 2 anak remaja gitu dan lo pada tau ga?itu dua duanya temen anak gua, jadi gua cuma nunduk, gua gapengen mereka jadi korban copet gua, kasian anak gua entar”Rozer bercerita sambil sesekali mengingat anaknya yang baru tadi siang pamit pergi dengan mengendarai motor yang juga hasil rampok ayahnya tersebut.
“Thanks buat hari ini, sekarang pulang lo pada. Besok harus ada gebrakan baru buat bikin kita tambah sejahtera” ketiga preman tersebut meninggalkan basecamp mereka.
---
Rozer tiba di rumah sederhananya, ia hidup bersama istri tercintanya dan anaknya yang sudah menjadi seorang gadis dewasa, Sisi namanya.
“Bu, bapak pulang bu...”Rozer memasuki rumah tanpa salam dan langsung mencari wujud istrinya.
“Salam toh pak biar berkah...Waalaikumsalam, ini kopi hangat pak”Jawab wanita tersebut sambil menyerahkan segelas kopi pada suaminya yang ia tahu kelelahan sehabis bekerja.
“Capek nih bu, pijitin dong. Eh mana Sisi ya?”Rozer mengistirahatkan tubuhnya di kursi sofa sambil mencari wujud anak sematawayangnya.
“Di kamar pak, gatau dari tadi ga keluar kamar terus. Ga mau makan...coba deh sama bapak, mungkin mau”Saran istrinya pada Rozer.
“Iya deh bu, mau pijet dulu”
---
            Semalaman Sisi mendekap di sudut kamar, air matanya berlinang tak karuan, akalnya tak jelas berpikir dan pasti kembali mengingat aksi sang lelaki pencopet yang menodai dirinya sore tadi. Sisi frustasi dan tak tahu arah kehidupannya kini, hanya Tuhan yang Sisi jadikan tempat menumpahkan kekesalan dan kebodohannya. Semalaman itu juga dia menghabiskan tisu untuk jadi saksi air matanya dalam menyesali tragedi sore tadi di jalan Graha, status nya sudah dapat dipastikan berbadan dua, karena dirinya sudah men­testpack dan hasilnya possitive hamil.Malam itu jadi malam paling panjang dan berat yang dilalui Sisi, dirinya tak sanggup untuk menjalani hidup lagi. Mengingat materi mentoring dengan Ustadzah Yuni tentang ‘berbaik sangka’ memutar balikan otak Sisi untuk berkata ‘Jika bergini peristiwanya, haruskan kita tetap berbaik sangka?’
---
            Pagi harinya, Rozer dan istrinya berusaha menggebrak kamar Sisi, dan ternyata di kamar tersebut hanya didapati manusia yang sudah terbujur kaku dengan pembuluh darah di tangan yang disayat habis oleh silet.
“SISIIIIIIIIIIII!!!” Rozer dan istrinya tidak bisa menutup mata akan kenyataan yang terjadi, anak sematawayangnya yang dikenal keduanya sebagai anak pintar, cerdas, bijak dan solehah tersebut harus mengakhiri hidupnya dengan perbuatan yang dilaknat Allah, Sisi BUNUH DIRI.
            7 hari sepeninggal Sisi, semua orang masih dihadapkan dengan pertanyaan yang sama ‘Apa penyebab dia bunuh diri?’, ibunya yakni istri Rozer yang sudah mengetahui bahwa sisi hamil dari hasil testpack nya hanya bisa menyulutkan hatinya yang rapuh dengan munajat permintaan maaf pada Allah. Rozer yang mengetahui juga sebab Sisi bunuh diri akibat hamil terus dan terus menumpahkan kekesalannya dengan berteriak keras, sambil menggebrak juga membuat seisi rumahnya pecah. Dia tak habis pikir kepada anak semata wayangnya yang begitu bodoh bisa sampai hamil. Rozer berjanji untuk membunuh juga pelaku yang membuat anaknya sampai mengakhiri hidupnya dengan menyayat pembuluh darahnya.
---
“Kita turut berduka ya bang” Ucap Alex dan Shal saat sebelum mengikuti tahlilan tepat di 100 hari kepeninggalan Sisi.
“Gua kayaknya pensiun deh jadi preman, gua nyesel kayaknya ini salah satu pembuka hidayah gua. Allah laknat gua dengan cara seperti ini. Maafin bapak ya Si...” Kata Rozer sambil memeluk foto bingkai anak sematawayangnya yang semasa hidup dikenal dengan sosok yang sholehah.
“Gua liat fotonya dong bang” Alex mengambil foto tersebut dari pelukan Rozer.
            Sesaat setelah melihat foto tersebut, pikiran Alex kembali ke sore itu di jalan Graha. Bulu kuduknya berdiri dan menggetarkan tangannya yang sedang memegang foto bingkai sisi.
“B...bang, i...i...ini beneran foto anak l..ooo, ja..di ii...nii Sisi?” Alex bertanya dengan gagap, wajahnya berubah menjadi pucat pasi.
“Iya” jawab singkat Rozer yang masih dilanda kedukaan mendalam.
---
            Jawaban singkat Rozer masih terbersit dan menaungi pikiran Alex hari demi hari, dirinya sudah tidak bisa menyimpan rahasia itu untuk lebih lama lagi, dirinya menyesal kalau saja tau itu anak Bang Rozer, pasti tak akan dia jadikan sebagai korban. Alex sudah tak kuat lagi untuk menjalani hidup, karena hidupnya terus dibayang-bayangi oleh tragedi jalan Graha kala itu. Ia pun membolak-balikan pikirannya dengan pertanyaan yang sama ‘Sesungguhnya siapakah yang salah?Itu pun atas perintah ayahnya, Rozer, dia lah pembunuh sebenarnya anaknya, saya hanya mengikuti perintahnya. Apa yang harus saya lakukan?!!!!!’
Wujud Alex sudah tidak pernah menyapa Rozer dan Shal lagi, sejak Sisi bunuh diri dan Rozer memutuskan untuk bertaubat, ketiganya menjadi terpisahkan.
---
            Telepon genggam di meja osin  keluaran Cina tersebut bergetar, menunjukan adanya telepon. Tiga kali getaran itu tak tergubris. Orang di ujung telepon tersebut akhirnya memutuskan untuk memberikan pesan suara di kali ke empat panggilannya. Tak disangka kali keempat getaran tersebut, seorang wanita mengangkat dan mendengarkan pesan suara tersebut.
            ‘Bang Rozer, ini gua Shal, sekarang gua di Jakarta, gua kerja di pabrik otomotif, gimana kabar lo?sejak Sisi meninggal gara-gara bunuh diri 4 tahun lalu, gua baru dapet kabar setahun setelahnya. Alex juga bunuh diri. Lo jangan marah ya, sebelumnya dia cerita, bahwa dia didatengin mulu sama Sisi, ada pesen dari Alex bang, dia minta maaf sama lo, dia takut ketemu lo untuk bilang bahwa sebenernya dialah pelaku pemerkosa Sisi. Sekarang Alex udah gaada bang. Maafin dia ya bang.’
            Wanita yang mendengarkan pesan suara tersebut menjatuhkan telepon genggamnya. Dia berjalan menuju dapur rumahnya dengan gemetar seluruh tubuh. Tanpa aba-aba dia mengambil sebilah pisau. Darah mengalir dari perut sang wanita, pisau jadi saksi kematiannya. Wanita tersebut bunuh diri.
“Assalamualaikum, bu bapak pulang bu...”Rozer mengucap salam dan bergegas memasuki rumahnya untuk mencari istri tercintanya. Ketika Rozer masuk dapur, dirinya hanya bisa menatap  sesuatu yang tak terduga di depan kedua bola matanya.
“SINTAAAAAAAA!!!!”
Rozer segera menutupkan mata jasad istrinya sambil berucap ‘Inalillahi Wa Inna illaihi rojiun...’
4 tahun sepeninggal Sisi, kini Rozer alih profesi sekaligus tabiat, dia benar-benar memulai dari 0 kehidupannya. Kasus kedua di rumahnya tersebut yang sama-sama atas dasar pembunuhan diri menjadikan dirinya mengerti akan kehidupan yang tak abadi. Dia mengerti bahwa hidup ini bukan mengikuti takdir, tapi harus merubah diri untuk bisa menjadi lebih baik.
“Turut berduka Ustadz...Semoga anda bisa bersabar dan juga kuat atas segala rintangan hidup yang terjadi.” Ucap orang-orang di sekitarnya silih berganti menutup cerita kusamnya yang belum terselesaikan. Walau Rozer Ikhlas atas segala cobaan hidup yang ada, hati kecilnya dalam detik demi detik selalu bertanya ‘Sebenarnya siapa dalang dibalik semua kasus ini?’


Tidak ada komentar: